JAKARTA, Harnasnews.com – Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa penerapan diskon harga gas untuk industri menjadi 6 dolar AS per Metric Million British Thermal Unit (MMBTU) terbukti berkontribusi untuk meningkatkan ekspor produk industri serta meningkatkan utilisasi.

“Contohnya di industri keramik. Sepanjang tahun 2020, utilisasi industri keramik secara akumulatif mencapai 56 persen. Walaupun utilisasi sempat turun menjadi 30 persen pada kuartal II akibat pandemi COVID-19, namun mampu beranjak naik hingga mencapai 60 persen di kuartal III, dan dapat kembali mencapai kondisi normal 70 persen di kuartal IV 2020,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam di Jakarta, Minggu.

Selain itu, penurunan harga gas untuk industri keramik juga berdampak pada peningkatan volume ekspor secara signifikan. Merujuk data Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki), sepanjang Januari-September 2020, pengapalan produk keramik nasional mencapai 49,8 juta dolar AS atau meningkat 24 persen, dan secara volume menembus angka 12,8 juta meter kubik atau melonjak 29 persen.

Dirjen IKFT menambahkan pemberlakuan harga gas 6 dolar AS per MMBTU merupakan upaya negara untuk melindungi industri dalam negeri.

“Karena beberapa negara pesaing kita memberikan harga yang jauh lebih rendah, contohnya India,” jelas Khayam.

Sementara, diketahui struktur biaya produksi komponen gas dalam industri cukup besar. Sebagai contoh, 26 hingga 30 persen di industri keramik. Sehingga, penurunan harga gas tersebut menambah kekuatan daya saing industri dalam negeri karena harga produknya menjadi lebih kompetitif, terlebih dengan kualitas dan desain yang sudah dikenal lebih baik.

Menurutnya, informasi bahwa industri keramik nasional belum cukup mampu memenuhi volume kebutuhan dalam negeri tidak benar.

“Utilisasi produksi industri keramik yang meningkat hingga 78 persen telah menunjukkan bahwa industri keramik kita secara volume atau kuantitas mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” pungkas Khayam.

“Kinerja ekspor selama sembilan bulan di tahun itu merupakan yang tertinggi sejak tahun 2016,” kata Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto.

Peningkatan nilai ekspor tersebut, menurutnya, karena membaik dan meningkatnya daya saing industri keramik dengan salah satu upayanya adalah pemberlakuan harga gas industri sebesar 6 dolar AS per MMBTU.

Adapun lima negara tujuan ekspor utama untuk produk keramik nasional, yaitu ke Filipina, Malaysia, Taiwan, Thailand dan Amerika Serikat.