Dirjen Bina Adwil Kemendagri Safrizal dalam keterangannya diterima di Jakarta, Kamis, menganggap cetak biru (blue print) itu penting lantaran penanganan bencana bersifat luas, kompleks, multi disiplin ilmu, serta melibatkan multipihak di dalamnya.

“Cetak biru tersebut adalah disaster resilience index dan fire resilience indeks, kemudian kami beri nama Dirli dan Virli,” kata Safrizal.

Dengan kerangka atau rancangan kerja tersebut, Kemendagri yang berkewajiban dalam penguatan regulasi kelembagaan dan organisasi berharap pemerintah daerah dapat memberi perhatian serius terhadap mitigasi hingga penanggulangan bencana di daerahnya masing-masing.

“Dengan Dirli dan Virli ini, kinerja pemerintahan daerah akan diuji,” kata Safrizal.

Cetak biru yang digagas pihaknya ini ditujukan untuk menjawab beberapa kekurangan terkait dengan standar pelayanan minimal (SPM) pemerintahan daerah dalam penanggulangan bencana.

Pada hakikatnya, pihaknya belum melaksanakan SPM dengan full. Bahkan, kata dia, belum semuanya berhasil menerapkan standar pelayanan minimal.

“Ini adalah usaha yang tak pernah berhenti,” katanya.

Dengan adanya cetak biru tersebut, Safrizal yakin pemerintah pusat dapat memfasilitasi pemerintah daerah untuk melengkapi indikator untuk penyusunan kajian risiko bencana untuk kebutuhan perencanaan pembangunan daerahnya.

Ia berharap pemerintah daerah dapat memitigasi potensi bencana dengan pendekatan responsif, bukan reaktif atau bertindak setelah terjadinya bencana.

“Kalau kami berikan penilaian, rating, kriteria. Nanti daerah akan belajar dari rating yang dimiliki,” katanya, dikutip dari antara.

Safrizal menyebutkan kewajiban-kewajiban itu di antaranya adalah menaruh perencanaan pengelolaan bencana tersebut ke dalam perencanaan pembangunan daerah.

“Hampir 100 persen, pemerintah daerah menaruh SPM ke dalam perencanaan. Akan tetapi, dari 100 persen jumlah daerah itu, penetapan SPM-nya beragam. Nah, akan kami kategorisasi. Nanti, kami akan berikan penilaian,” katanya.

Oleh karena itu, dia berharap semua pihak terkait dapat segera mempelajari dan memberikan masukan terhadap cetak biru sehingga terwujud kerangka bersama dalam menerapkan standar-standar kinerja pemerintah daerah menyikapi penanggulangan bencana.

“Cetak biru ini menjadi kerangka bersama. Dimulai dengan penilaian risiko, kajian, dan pendataan, kemudian ada target secara periodik, perencana, dan penganggaran. Dukungan pengelolaan dan realisasi maupun evaluasi kinerja,” ucapnya.(qq)