“Menyikapi kejadian ini kami belajar dari setiap peristiwa yang terjadi, kasus ini juga bagian daripada analisis dan evaluasi (anev) dari Baraskrim Polri kepada jajaran baik di tingkat polsek, polres sampai di tingkat polda,” kata Dedi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa malam.
Kasus Nurhayati sempat viral di media sosial dan menarik perhatian publik karena banyak pihak menilai ia merupakan salah satu pelapor/pihak yang berupaya membongkar kasus korupsi dana desa di Citemu.
Penetapan Nurahayat sebagai tersangka oleh Polres Cirebon pada minggu ini pun menuai kritik dan protes masyarakat serta berbagai organisasi masyarakat sipil.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menilai penetapan Nurhayati sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi menjadi preseden buruk.
Terkait hal itu, Kadiv Humas Polri menjelaskan, dalam menetapkan status tersangka seseorang, akan dimaksimalkan proses gelar perkara sebagai kontrol terhadap penanganan perkara, kemudian gelar ekspos bisa menghadirkan saksi para ahli, dan dilaksanakan bersama-sama dengan jaksa penuntut umur agar tidak terjadi penafsiran-penafsiran hukum yang berbeda.
“Jadi dari awal harus udah seperti itu, sehingga kasus-kasus ini di kemudian hari tidak terjadi penafsiran,” katanya.
Selain itu juga, lanjut Dedi, akan ada asistensi dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri dalam penanganan kasus korupsi yang disidik oleh polres maupun polda.
“Akan selalu ada asistensi, guna menghindari kasus-kasus seperti ini terjadi lagi,” kata mantan Kapolda Kalimantan Tengah itu.