“Pasalnya, banyak kaum perempuan dimanfaatkan teroris untuk melakukan aksi teror secara langsung,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan perempuan dalam terorisme telah mengalami transformasi. Perempuan tidak hanya berperan sebagai pendukung tetapi aktor utama. Mulai dari perekrutan hingga eksekutor.
“Perempuan merupakan kelompok rentan yang menjadi korban propaganda radikal terorisme,” kata dia.
Terlebih lagi, ujarnya, saat ini propaganda tersebut dengan mudah ditransmisi melalui ruang digital yang berpotensi melahirkan aktor tunggal atau “lone wolf” dalam aksi terorisme.
Mengacu pada hasil survei yang dilakukan BNPT tahun 2020, kata dia. menunjukkan indeks potensi radikalisme cenderung lebih tinggi di kalangan perempuan, urban, generasi Z, milenial, serta mereka yang aktif di internet dan media sosial.
“Episentrum terorisme bergeser ke kaum hawa untuk jadi pelaku bom bunuh diri, agen informasi, dan logistik untuk mendukung kegiatan terorisme. Keterlibatan perempuan dan anak menjadikan mereka korban,” jelasnya, dilansir dari antara.