JAKARTA, Harnasnews.com – Rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) mengatur tiga hak yang akan diperoleh korban. Hak tersebut diperoleh sejak pelaporannya kepada aparat penegak hukum, lembaga pemerintah, dan atau lembaga non pemerintah.
“Pemenuhan hak korban merupakan kewajiban negara dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi korban,” ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy dalam rapat panitia kerja (Panja) RUU TPKS, Jumat (1/4).
DPR dan pemerintah sendiri sudah menyepakati tiga hak yang akan diterima oleh korban kekerasan seksual, yakni hak penanganan, pelindungan, dan pemulihan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 48 Ayat 1 RUU TPKS.
Hak penanganan, diatur dalam Pasal 49 Ayat 1, meliputi hak atas informasi terhadap seluruh proses dan hasil penanganan, perlindungan, dan pemulihan; hak mendapatkan dokumen hasil penanganan; dan hak atas pendampingan dan layanan hukum.
Kemudian, hak atas penguatan psikologis; dan hak atas pelayanan kesehatan meliputi pemeriksaan, tindakan, dan perawatan medis.
“Hak atas layanan hukum yang di dalamnya bisa termasuk pendampingan. Jadi agar tidak menimbulkan interpretasi, perlu diberikan penjelasan, layanan hukum antara lain bantuan hukum, konsultasi hukum, dan pendampingan hukum,” ujar Eddy, dikutip dari republika.
Termasuk, hak atas penghapusan konten bermuatan seksual untuk kasus kekerasan seksual dengan sarana elektronik. Hak tersebut dimaksudkan agar konten seksual korban yang tersebar tak dapat diakses oleh publik kembali.
Selanjutnya, hak pelindungan yang diatur dalam Pasal 50 Ayat 1 meliputi penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas pelindungan; penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan pelindungan; pelindungan dari ancaman atau kekerasan pelaku dan pihak lain, serta berulangnya kekerasan; dan pelindungan kerahasiaan identitas.