Dengan demikian, PP hasil revisi itu diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan warga negara Indonesia yang memiliki masalah kewarganegaraan.
“Diharapkan perubahan (PP) itu dapat diselesaikan tahun ini sehingga penyelesaian permasalahan anak berkewarganegaraan ganda dapat terakomodasi belum lagi persoalan kawin campur dan lain-lain. Ini persoalannya barangkali jadi dilema,” kata Yasonna saat memberi pidato kunci pada Simposium Nasional Hukum Tata Negara di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.
Oleh karena itu, selama proses revisi PP No. 2 Tahun 2007, Kementerian Hukum dan HAM berupaya menampung masukan dan permintaan dari berbagai pihak, termasuk di antaranya kelompok diaspora Indonesia di luar negeri.
“Ada keinginan dari diaspora supaya (pemerintah) mengakomodasi dwi kewarganegaraan,” kata Yasonna.
Ia menjelaskan Indonesia saat ini menganut kewarganegaraan ganda terbatas sampai 21 tahun.
Batas waktu 21 tahun itu merupakan kelonggaran yang diberikan pemerintah mengingat aturan sebelumnya mewajibkan anak-anak WNI berkewarganegaraan ganda harus memilih status kewarganegaraannya saat mereka berusia 18 tahun.
Akan tetapi, kelonggaran itu menurut kelompok diaspora masih belum memenuhi kebutuhan mereka.