Tak Main-main, Kejari Kabupaten Bekasi Kembali Bidik Terduga Pelaku Korupsi
KAB. BEKASI, Harnasnews.com – Setelah Kepala Desa Lambangsari yang diamankan, kini Kejari mulai membidik pejabat lain dalam kasus korupsi.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi tampaknya tak main-main mengusut dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pungutan liar (pungli) Pendaftaran Sistematis Tanah Lengkap (PTSL) di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan.
Setelah menahan Kades Lambangsari PH sebagai tersangka dugaan pungli program unggulan Presiden Jokowi itu. Kini Kejari Kabupaten Bekasi membidik tersangka baru.
Hal itu diakui, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Kabupaten Bekasi, Barkah Dwi Hatmoko ketika dikonfirmasi awak media.
“Hal tersebut (tersangka baru) tetap terbuka kemungkinan, berdasarkan kualitas peran kesalahan dan alat bukti,” kata dia kepada awak media Rabu (11/08/22)
Kejari Kabupaten Bekasi secara insentif melakukan pemeriksaan-pemeriksaan kepada berbagai pihak yang diduga terlibat.
“Dalam kasus ini masih pemeriksaan untuk kelengkapan perkaranya,” ujar Barkah.
PH ditahan selama 20 hari kedepan untuk kepentingan penyidikan, Barkah menyebutkan PH mengajukan permohonan penangguhan penahanan.
Namun pihaknya tidak langsung menyetujui permohonan itu. Pasalnya penangguhan penahanan itu sendiri akan diberikan jika memang ada kebutuhan mendesak, yang mengharuskan tersangka dilakukan perawatan medis
“Memang ada permohonan pengalihan atau penangguhan penahanan namun terlebih dahulu dikaji. Apakah layak diberikan kepada tersangka,”papar dia.
Ia tidak menjelaskan Secara detail penangguhan yang diajukan oleh Kepala Desa Lambangsari itu sendiri.
“Tidak ada menyebutkan alasan medis dalam pengajuan permohonan penangguhan/pengalihan tahanannya,” tutupnya.
Jonathan salah satu Warga Desa Lambangsari yang mengajukan PTSL secara terang-terangan mengungkapkan modus pungli di Desa Lambangsari.
Jonathan menyerahkan uang sebesar Rp.1.500.000 untuk tiga bidang tanah dengan rincian perbidang 400 ribu untuk Panitia PTSL dan sisanya keperluan materai. Uang itu diserahkan ke Ketua RW untuk diteruskan ke Panitia PTSL.
Kesal Jonatan, dari tiga bidang itu hanya satu bidang yang dapat dijadikan sertifikat. Padahal ia sudah menyerahkan uang untuk mengikuti program PTSL itu.
“Pada waktu itu saya sampaikan ke RW. Nah RW saya kasih duitnya kemudian dia (RW) teruskan. Tapi RW itu langsung dia kasih katanya kepada panitia yang dibentuk di posko dekat rumah Kades,”kata dia.
Panitia PTSL itu berisi kades sebagai Ketua Panitia PTSL dan beranggotakan aparatur desa mulai dari sekdes, kaur pemerintahan dan kepala dusun. Jonathan mengatakan Panitia PTSL itu membentuk Posko PTSL berdekatan dengan rumah Kades PH.
“Setelah dibatalkan (pengajuan dua bidang sertifikat tanah) itu, duit saya tidak dikembalikan, nah kedua pembatalan itu tidak dijelaskan siapa yang keberatan. Kan harusnya ada suratnya keberatan, apa dasar hukumnya keberatan,”tuturnya. (Red)