SURABAYA,Harnasnews – Sudah tidak diragukan lagi, tempe merupakan salah satu jenis makanan nabati yang mengandung nutrisi tinggi. Bahkan selama ini tempe dikenal sebagai makanan dengan sumber protein tinggi yang dibutuhkan tubuh. Bukan hanya itu, tempe juga memiliki berbagai kandungan mineral lain seperti kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, vitamin A, vitamin B6, juga asam folat.
Tidak heran, produksi tempe di dalam negeri menjadi suatu kebutuhan tersendiri yang harus dipenuhi. Hal ini tentu saja didasari oleh permintaan pasar yang selalu meningkat.Serta Proses pembuatan tempe masih banyak menggunakan cara tradisional. Dalam proses pembuatannya proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama.
Dua mahasiswa Teknik Industri Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya membuat alat mixer ragi tempe dengan biji kedelai untuk UMKM di Dusun Jajar, Desa Sukorejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk.
Agus Rianto bersama Lutfi Rahman Fadila merancang alat mixer ragi tempe untuk mempermudah proses pembuatan agar lebih cepat, tercampur rata dan efektif dalam pengelolaannya.
Inovasi ini dibuat karena melihat hasil produksi tempe dari UMKM yang telah dijalani secara turun temurun sejak tahun 1980-an ini tidak maksimal.
“Input bahan baku biji kedelai pada home industry tersebut mencapai 75 kg hingga 90 kg biji kedelai per hari dengan jumlah tenaga kerja sebanyak dua orang,” ujar Agus.
Mahasiswa yang akan diwisuda pada 4 September 2022 ini melanjutkan,guna meningkatkan kualitas tempe dan pendapatan UMKM pihaknya, berhasil mengembangkan alat pencampur ragi dan kedelai dengan bahan yang lebih higienis serta kapasitas lebih besar.
“Alat ini menggunakan bahan baku jenis SUS (Steel Uses Stainless) yang disinyalir tahan terhadap oksidasi atau korosi sehingga mampu menjaga tingkat sterilisasi objek yang diaduk,” terang Lutfi.
Lutfi menambahkan alat ciptaannya bersama Agus mampu menghasilkan hasil produksi tempe yang memenuhi standar dengan tingkat efisiensi waktu dan biaya produksi.
“Sudah pernah diujikan langsung di Dusun Jajar, berdasarkan penghitungan pada proses pencampuran ragi dan kedelai terdapat tingkat selisih kapasitas maksimal sekitar 30 menit atau setara dengan pengurangan waktu hingga 50 persen,” jelasnya.
Selain itu dengan acuan upah tenaga kerja 60.000 per hari dan proses pencampuran manual membutuhkan waktu sekitar 60 menit, lalu dibandingkan dengan biaya penggunaan alat yang hanya memakan Rp 501 per hari maka terdapat selisih biaya produksi sebanyak 76,922%.
Alat mixer ragi tempe ini mampu menampung 5 kg kedelai tempe dan dapat menghasilkan 1500 pcs. Kedepannya keduanya memiliki target alat mixer ini dapat diproduksi secara massal.
“UMKM yang bergerak dalam bidang pengelolaan ragi dan tempe masih tinggi, kita berdua melihat peluang untuk bisa merancang inovasi alat untuk membantu penjualan secara efesien, efektif dan hasil produksi tempenya maksimal,” ujar Agus.
Dengan adanya mesin pencampur ragi tempe dan kedelai untuk home industry tempe, calon wisudawan Untag Surabaya periode semester genap 2022/2023 berharap tugas akhirnya mampu membantu UMKM khususnya home industry tempe dalam memberikan efisien waktu, frekuensi, dan biaya sehingga mampu mendorong produktivitas UMKM untuk lebih berkembang.
Sementara itu,Dosen pebimbing Putu Eka Dewi Karunia Wati S.T., M.T menuturkan alat yang dibuat kedua mahasiswanya tersebut untuk membantu pelaku UMKM tempe. Di mana proses pembuatan tempe dibuat secara manual dengan menggunakan tangan, namun dikembangkan dengan menggunakan mesin mixer.
“Kapasitas ini lebih besar 5x lipat dibanding manual, juga untuk menghemat waktu 20 menit,” katanya.
Meski begitu, diakuinya alat mixer ini masih terbilang mahal jika dijual untuk UMKM. Karenanya alat dengan modal pembuatan Rp 6 juta ini akan dihibahkan pada UMKM terkait.
Bagi Anda yang tertarik, bisa segera mempraktikan di rumah. Selain untuk konsumsi pribadi, cara ini juga bisa dilanjutkan sebagai bisnis usaha dalam skala rumahan. Jika ditekuni dengan baik, bisnis ini akan terus berkembang dengan permintaan pasar yang terus meningkat.[PUL]