Gus Miftah; Lora, Bhindereh dan Peradaban Madura Madura Adalah Tonggak Keutuhan NKRI

MADURA, Harnasnews.com – Pada Sabtu 5 November 2022, merupakan tonggak sejarah bagi para lora dan bhindereh di Madura. Untuk diketahui sebelumnya, lora merupakan putra kiai dengan jumlah santri yang cukup signifikan. Sementara Bhindereh adalah putra kiai yang ada di kampung-kampung. Kedua istilah ini beda tipis, namun cakupan dakwahnya sama, yakni merawat umat.

Sebuah harapan dan gagasan besar lahir di kapal fery yang ditumpangi oleh para tokoh-tokoh penting di Madura. Ya, pada momentum tersebut, Gus Miftah yang merupakan seorang dai milenial yang menjadi rujukan para remaja masa kini bisa hadir di Madura untuk memberi inspirasi dan motivasi kepada para tokoh muda, para Lora dan Bhindereh untuk terus mengambil peran dalam menjalankan misi dakwah.

Seperti kita ketahui, Gus Miftah adalah sosok dai yang mendapat amanah daripada kiai-kiai sepuh untuk terus merawat Indonesia dengan definisi dan konsep yang telah ia bangun sendiri.

Pertemuan para lora dan Gus miftah dikapal fery ini bisa dikatakan jarang bahkan langka, mengingat selama menjalankan dakwahnya Gus Miftah sering tampil di hadapan ratusan ribu jamaah dengan desain yang cukup matang.

“Hari ini sangat berbeda, acaranya di kapal dan hanya orang-orang tertentu yang bisa bertukar pikiran dengan saya terkait problematika Madura, yang selama ini mencuat kepermukaan,” sebut Gus Miftah kepada awak media, Minggu (06/11/ 22).

Kemudian, Gus Miftah dalam prolognya mengajak untuk bisa mengamati peluang dakwah sehingga sasaranya betul-betul dirasakan oleh orang lain.

Bahkan, dengan blak blakan beliau menyampaikan bahwa dalam berdakwah jangan takut akan kesalahan. Karena dengan kesalahan, seorang dapat memilah siapa sebetulnya yang betul-betul mendukung metode dakwahnya.

Hal itu diungkapkan Gus Miftah bukan tanpa dasar, sebab hal itulah yang menimpa dirinya ketika ada sedikit kesalahan, sifat aslinya seseorang akan kelihatan. Bahwa mana orang yang betul-betul mendukung akan dakwahnya dan siapa para pecundang itu.

Masih dalam pertemuan tersebut, Gus Miftah dengan sangat lantang mengobarkan semangat dakwahnya agar para lora dan bhindereh dapat lebih lihai dalam memainkan peran, sehingga peluang dakwah bisa didapat tanpa menyerang orang lain.

“Dakwah adalah memperhatikan, mengamati dan memberi solusi. Karena dakwah bukanlah sesuatu yang memaksa kehendak, akan tetapi menyampaikan pesan sakral, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahwa dakwah sesungguhnya adalah bagaimana orang yang didakwahi merasa nyaman dan terlindungi,” papar kiai kondang tersebut.

Gus miftah juga mengingatkan, bahwa Madura harus menjadi kiblat akan komitmenya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para lora dan bhindereh harus berada di garda terdepan untuk terus merawat, menjaga akan keragaman negeri ini.

“Kitalah yang sangat punya banyak saham akan negeri ini. Jangan biarkan mereka dengan seenaknya menggoyahkan keragaman Indonesia dengan cara memprovokasi umat atas nama agama,” jelas Gus Miftah.

Di samping Gus Miftah, Lora Nasih sebagai sosok yang menjadi inisiator akan berlangsungnya pertemuan ini sangat menaruh cita cita besar untuk melestarikan peradaban Madura, yang selama digambarkan sebagai warga dengan penuh etika.

“Madura sampai detik ini masih sangat teguh dengan ikatan antara murid dan guru. Gambaran utuh tersebut dapat dilihat dari pergerakan masyarakatnya yang selalu mengedepankan dawuh guru dari pada lainnya,” imbuhnya.

Apa yang disampaikan Lora Nasih saat sambutan adalah ketegasan bahwa Madura masih tetap eksis dengan filosofinya; Bhupa’ Bhabbhu’ Guru Rato, ungkapan itu mempunyai arti bahwa orang Madura masih kokoh dengan yang namanya taat kepada kedua orang tua dan guru.

Dalam konteks kekinian, guru bagi orang Madura adalah sosok yang sudah memberi siraman spiritual, sehingga menunjukan seseorang kejalan yang lurus sesuai dengan keyakinan beragama. Dalam hal ini sangat pas jika lora Nasih berharap untuk terus menjalin persatuan dan kesatuan antar para lora dan Bhindereh di Madura.

Selain lora Nasih, beberapa lora juga melontarkan gagasan dan harapan kepada Gus Miftah. Salah satunya adalah Lora Madzkur dari Sumenep. Beliau menyampaikan bahwa permasalahan terbesar para lora ini adalah takutnya cengkolang (su’ul adab), sehingga mereka merasa sungkan ketika hendak diorbitkan.

Perasaan ini masih melekat pada diri seorang lora dan bhindereh. Semua tindak langkah selama ini pasti melewati dari para masyayikh, para lora ini seakan kurang afdlal jika hanya berangkat sendiri sendiri.

Lora madzkur pun demikian, pihaknya mengklaim bahwa tindakan seperti itu tentu ada plus-minusnya. Namun juga harus ditegaskan bahwa sedemikian itulah akan mengokohkan nilai-nilai ke-Indonesian.

“Dengan tegak lurus ajaran garis para ulama sepuh di Madura, Indonesia akan sulit dirongrong oleh kelompok yang sama sekali tidak punya aset untuk negara tercinta ini,” tegas pria yang dikenal sebagai pendakwah kaum marjinal tersebut.

Pentingnya menjaga kekayaan khazanah

Kemudian dari Lora Khorin Zaini menyampaikan bahwa di Madura ini para lora perlu bersatu untuk menjaga dan melestarikan kekayaan khazanah yang dimiliki para ulama.

Oleh karena itu, Gus Miftah berharap bukan hanya satu kali ini untuk hadir di Madura, akan tetapi harus lebih sering untuk memberi metode dan motivasi kepada para lora dan Bhindereh.

Karena sampai detik ini, Gus Miftah adalah sosok pengendali dan cukup lihai dalam memainkan fungsi dakwah.

“Dengan Gus Miftah dan para lora dan Bhindereh, Madura harus dibersihkan dari oknum oknum yang terus membawa dan menebar kebencian, lebih lebih menjelang Pilpres dan Pileg 2024!,” kata Lora Khoiron.

Selain itu, pada kesempatan dialog, para lora dan Bhindereh sepakat bahwa tokoh-tokoh muda ini akan selalu merawat dan mengawal NKRI dengan cara dan peran masing masing.

“Kita sepakat berbeda dengan tidak mengesampingkan kultur Madura. Mengapa demikian? Karena merawat NKRI sejatinya adalah menjaga agama, dan menjaga agama bagian dari Maqashidus Syariah (tujuan prinsip syariat Islam)yang harus dijadikan patokan dalam melangsungkan kehidupan,” jelas Gus Miftah.

“NKRI adalah nadi kita semua, NKRI adalah ruh kita semua, maka Madura siap menjadi kiblat akan moderasi beragama menuju kejayaan Indonesia untuk dunia. Diyakini oleh para tokoh muda ini, bahwa jika Madura dengan kekayaan khzanahnya akan mampu untuk mengisi ruang publik, sehingga tidak heran jika akan menjadi rujukan para tokoh nasional.”

Walhasil, dari bincang santai namun gayeng ini, ada beberapa poin yang sangat perlu untuk dilakukan oleh para lora dan Bhindereh di Madura:

Pertama, memegang prinsip kearifan lokal, sehingga jika kearifan lokal terus kita pertahankan, dengan optimis kita tidak mudah untuk digoyah oleh siapapun dan pihak manapun.

Kedua, urgensitas kebersamaan agar bisa melangkah dengan konkrit. Karena jika diluar kita bisa memasarkan produknya, dikomunitas kita sangat mungkin untuk mengorbitkan para tokoh muda, karena kita memiliki semuanya apa yang diperlukan oleh masyarakat.

Ketiga, saling menunjang dan mendukung. Bukan malah saling menjatuhkan.

Keempat, Lora, Bhindereh di Madura harus berpangku tangan menuju kemajuan dan martabat Indonesia.

“Mari kita mulai untuk berjalan bersama sama, tanpa memandang status dan posisi seorang menuju Madura bermartabat dan menjadi kiblat. Kehadiran kita harus banyak berperan dsegal sektor,” papar Gus Miftah.

Seperti kita ketahui, idiom cinta NKRI bukan hanya dalam retorika, akan tetapi pada aksi nyata. Setia NKRI bukan hanya pada obsesi, akan tetapi harus berbarengan dengan i’tikad dan kebersihan hati.

“Mempertahankan NKRI bukan hanya dengan tatapan kosong, akan tetapi harus dengan bersama-sama dan gotong royong. Melihat NKRI bukan hanya satu agama, akan tetapi dengan cara menghormati sesama. Menanamkan kesemangatan jiwa terhadap NKRI bukan sekedar teriakan, akan tetapi harus dengan pembuktian,” pungkasnya.

“Para lora dan Bhindereh se Madura siap untuk membuktikan semua itu sebagai penegasan bahwa Madura masih eksis dan istiqomah terhadap NKRI yang sejak lama ditanamkan oleh Syaichona Mohamad Cholil sebagai rujukan utama para ulama nusantara,” tutupnya. (Red)

Leave A Reply

Your email address will not be published.