Mufti menyatakan bahwa KUHP kini hadir sebagai wujud paradigma hukum pidana modern Indonesia dan mengandung elemen keadilan korektif dan restoratif yang relevan dengan nilai-nilai kemanusiaan serta mengedepankan perspektif yang
kontekstual dalam melihat suatu peristiwa pidana.
“Elemen keadilan korektif pada KUHP tercermin pada upaya penjeraan terhadap pelaku kejahatan, khususnya dalam tindak pidana yang mengancam keselamatan jiwa dan mengandung kekerasan. Dalam konteks yang lebih luas, diharapkan akan terjadi deterrence effect untuk mencegah masif nya tindak pidana serupa ke depan,” kata Mufti dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.
Di sisi lain, Mufti juga menyampaikan bahwa konsep pemidanaan pada KUHP kini jauh lebih kontekstual, karena mengatur beberapa upaya keadilan restoratif atau penyelesaian permasalahan hukum secara humanis.
Sebelumnya, kata dia, pendekatan keadilan restoratif diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 Tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).
“Melalui judicial pardon atau pemaafan, hakim memiliki kewenangan untuk memberi maaf pada seseorang yang melakukan tindak pidana yang sifatnya ringan. KUHP baru juga turut mengedepankan konsep pidana yang memperhatikan
kepentingan pemulihan korban tindak pidana,” tegas Mufti.