JAKARTA, Harnasnews – Praktisi hukum yang juga pengacara kondang, Herwanto Nurmansyah mempertanyakan nasib mantan pegawai Kementerian Koperasi dan UKM yang diberhentikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) tanpa melalui proses peradilan.
Herwanto menilai pemberhentian itu sangat tidak adil. Pasalnya, kedua mantan pegawai Kemenkop yang berinisial ZP dan WH itu sebelumnya dijatuhi hukuman disiplin penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 1 tahun. Namun tiga bulan kemudian mereka dikenakan hukuman pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
Sementara, berdasarkan pernyataan dari keduanya, sebelum dikenakan sanksi pemberhentian, mereka tidak pernah dimintai keterangan oleh Tim Independent Pencari Fakta dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual yang di bentuk oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Atas rekomendasi yang dikeluarkan oleh Tim Independen tersebut, sehingga mengakibatkan 2 orang yang dituduh sebagai pelaku pemerkosa itu harus diberhentikan. Padahal saat itu belum ada keputusan hukum yang inkrah.
“Berdasarkan pengakuan dari kedua mantan pegawai Kemenkop yang diberhentikan itu, sebelumnya mereka tidak pernah diundang untuk mengklarifikasi terkait kasus yang dituduhkan, yakni tudingan pemerkosaan terhadap perempuan tenaga honorer di Kemenkop itu,” tegas Herwanto dalam keterangannya kepada sejumlah wartawan di Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Padahal, lanjut Herwanto, kasus tuduhan pemerkosaan itu tidak terbukti. Hal tersebut berdasarkan proses lidik dan sidik yang pernah dilakukan oleh Polresta Bogor Kota. Sehingga kasus tersebut diterbitkan surat pemberhentian penyidikan perkara (SP3).
“Nah, seharusnya bagian hukum Kemenkop lebih jeli dalam menganalisa sebuah kasus. Selain itu Tim Independen seharusnya memutuskan segala sesuatunya bukan berdasarkan opini yang berkembang di media. Padahal seperti diketahui juga bahwa saat itu media pun juga ikut terjebak pada penggiringan opini dan berita bohong,” bebernya.
Untuk itu, Herwanto yang juga kuasa hukum kedua mantan pegawai Kemenkop itu meminta agar kliennya dipulihkan nama baiknya dan dipekerjakan kembali sebagai ASN.
Herwanto juga meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kembali memberikan rekomendasi kepada ZP terkait dengan beasiswa yang pernah ia tempuh di Pusbindiklatren Bappenas, sejak 3 Juni 2021 itu, agar dilanjutkan kembali studinya di Universitas Brawijaya, Malang.
Namun saat ini program itu terhenti lantaran Tim Independen dari Kemenkop telah memberikan rekomendasi kepada Bappenas agar menghentikan beasiswa S2 kepada ZP
“Yang kami fahami bahwa beasiswa didapat oleh saudara ZP di Universitas Brawijaya dari Bappenas itu melalui serangkaian tes, bukan pemberian serta merta dari Kemenkop. Lantas apa relevansinya Tim Independen membatalkan rekomendasi ZP kepada Bappenas? Ini tentunya sangat tidak adil,” tandasnya.
Herwanto menambahkan, bahwa dua mantan pegawai Kemenkop melalui kuasa hukumnya juga telah melakukan banding atas pemberhentiannya dari Aparatur sipil Negara (ASN).
Pihaknya berharap agar Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BP-ASN) dapat memberikan putusan yang adil terkait dengan pemberhentian mantan pegawai Kemenkop itu.
“Kami juga meminta kepada pihak-pihak terkait dapat memperlancar proses banding yang dilakukan oleh kuasa hukum kedua mantan pegawai Kemenkop. Sehingga dapat memenuhi rasa keadilan,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa Polresta Bogor Kota telah menerbitkan SP3 atas kasus tuduhan pemerkosaan terhadap sejumlah mantan karyawan Kemenkop.
Terbitnya SP3 itu bukan tanpa alasan, mengingat setelah dilakukan sejumlah pemeriksaan, polisi tidak menemukan bukti adanya pemerkosaan dan korban tengah tidak berdaya, seperti yang pernah dilaporkan oleh keluarga korban, sebagaimana tertuang dalam Pasal 286 KUHP.
Namun tidak puas dengan SP3 yang dikeluarkan oleh Polresta Bogor Kota tersebut, keluarga korban kembali melakukan pelaporan terkait dengan kasus yang sudah diterbitkan SP3 tersebut.
Kemudian Polresta Bogor Kota kembali mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Lanjutan. Namun SPDP itu digugat melalui Praperadilan di Pengadilan Bogor Kota. Kemudian Praperadilan itu kembali dimenangkan oleh pemohon. Dengan demikian kasus tersebut sudah final dan inkrah. (Red)