“Dengan kehadiran polisi di sekitar masyarakat, maka Pemilu 2024 akan lebih banyak membahas gagasan, bukan lagi hoaks,” kata Arif dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Menurut Arif, program Polisi RW yang digencarkan oleh Kabaharkam Polri Irjen Pol. Fadil Imran atas perintah Kapolri itu memiliki tujuan baik, terutama menjelang tahun politik.
“Di tengah menghadapi tahun politik, Polisi RW bisa dimaksimalkan dalam mencegah polarisasi politik,” terangnya.
Adapun peran Polisi RW, kata Arif, adalah menjadi sumber pencegahan berita bohong atau hoaks di masyarakat.
Melakukan edukasi kepada masyarakat, bahwa pemilu merupakan adu gagasan dalam mencari pemimpin dan lainnya.
“Dengan begitu dalam pemilihan pemimpin, masyarakat akan cenderung membicarakan visi, misi dan program calon,” kata Arif.
Pandangan Arif ini berbeda dengan pengamatan kepolisian Bambang Rukminto, dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS).
Bambang mengkritisi program Polisi RW yang menurutnya berpotensi menjadi alat politik, karena meskipun secara konsep seolah baik untuk mendekatkan pelayanan pada masyarakat, tetapi tidak secara konsep teori kekuasaan.
“Seperti dalam pendekatan Orwellian, di mana polisi menjadi alat kontrol dan memata-matai aktivitas masyarakat,” kata Bambang, Jumat (19/5).
Bambang menyebut, saat ini Indonesia sudah memasuki masa pemilihan umum. Kasus-kasus pengerahan aparat negara dalam pemenangan salah satu kandidat pemilu sudah sering terjadi.