“Penelitian kami menemukan masih adanya kelemahan aturan kampanye di media sosial saat ini. Aturan yang ada masih belum spesifik dan rinci tentang kampanye di media sosial,” kata Adinda dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Hal itu dikatakan Adinda dalam diskusi bertajuk “Urgensi Penataan Regulasi Kampanye di Media Sosial untuk Persiapan Pemilu dan Pilkada Serentak tahun 2024 yang Edukatif dan Informatif” yang diselenggarakan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum, Universitas Andalas bekerja sama dengan TII.
Adinda menjelaskan pengaturan kampanye di medsos tersebut berkaca pada Pemilu 2019 yang tingginya angka penyebaran hoaks di media sosial.
“Bahkan saat ini konten hoaks media sosial pada Pemilu 2019 diputar kembali jelang Pemilu 2024,” ujarnya.
Dia mengatakan pada aspek regulasi, masih adanya perbedaan persepsi antara KPU dan Bawaslu dalam melihat definisi kampanye, definisi media sosial hingga perbedaan dalam mengatur akun kampanye di media sosial.
Menurut dia, dalam penelitian TII menunjukkan bahwa masih ada persoalan sumber daya manusia dalam pengaturan dan pengawasan akun media sosial peserta pemilu.
“Jika melihat jumlah partai dan bakal calon legislatif, penyelenggara Pemilu memiliki keterbatasan SDM dan sumber daya pendukung kerjanya,” katanya.