Warga Kampung Nelayan Terus Perjuangkan Atas Hak Kepemilikan Tanahnya
JAKARTA, Harnasnews – Warga Kampung Nelayan Kelurahan Pluit (RW 001) dan Penjaringan (RW 17) Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara terus memperjuangkan atas kasus tanah miliknya yang hingga saat ini belum bersertifikat.
Seperti diketahui, bahwa sebelumnya masyarakat RW 001 melakukan pertemuan dengan ratusan Kepala Keluarga (KK) di Rumah Kaleng milik Ketua Elit Kaleng atau Ketua Pemuda Muara Angke yang diketuai oleh Eka Aryanto.
Mereka mengeluhkan adanya ketidakadilan dari pemerintah terkait dengan status kepemilikan tanahnya yang diklaim milik pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Padahal berdasarkan pernyataan dari ketua RW 001 Abdul Karim, bahwa tanah warganya itu didapat melalui proses jual-beli dengan cara menyicil kepada pemerintah DKI dari tahun 1978.
“Muara Angke ini berdiri tahun 1975, dan tahun 1977 dibuat pelelangan. Orang tua kita menempati tanah ini asal muasalnya adalah pindahan dari kampung nelayan Muara Karang. Sejarah adanya kampung nelayan ini saat presiden Soeharto memancing namun di laut yang banyak kakap putih saat itu tidak ada kampung nelayan. Oleh karenanya Pak Harto memerintahkan gubernur DKI saat itu di era gubernur Ali Sadikin untuk membuat kampung nelayan,” ujar Abdul Karim saat memberikan penjelasan kepada Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doly Kurnia Tanjung di kampung nelayan kreatif Rumah Kaleng, Penjaringan, Sabtu (8/7/2023).
Selanjutnya, kata Abdul Karim pada tahun 1978 warga nelayan mulai menempati rumah kampung tersebut. Adapun pemukiman paling utama di kampung nelayan itu adalah posisinya berada di RW 001. Yang saat itu ada 572 unit.
“Proses untuk menempati rumah kita ini dengan cara mencicil dan kami memiliki bukti suratnya dengan cara beli lunas tanah beserta bangunannya. dari tahun 1978 sampai dengan tahun 2010 yang dibayarkan langsung ke pemerintah, saat itu dibawah dinas perikanan provinsi DKI,” jelas Abdul Karim.
Lebih lanjut kata dia, pemerintah DKI mengklaim bahwasannya tanah yang ditempati oleh warga 001 itu adalah milik Pemda. Kendati demikian ia mengaku tidak mau berdebat. Saat itu sempat dimediasi oleh Wantimpres Agung Laksono.
“Namun kami sempat menanyakan pada pihak pemda tolong tunjukkan suratnya bahwa tanah kampung nelayan Muara Angke yang seluas 5 hektar di kelurahan Penjaringan itu milik pemda. Namun tidak ada satupun yang bisa menunjukkan legalitasnya. Anehnya tercatat dalam aset,” tandasnya.
Kemudian pada tahun 2015 Pemprov DKI mengajukan sertifikat ke BPN namun ditolak oleh warga. Selanjutnya pada tahun 2019 diajukan lagi hak pengelolaan lahan (HPL).
“Dan terakhir satu bulan yang lalu saya dipanggil ke BPN dan kami jelaskan bahwa tanah yang kami tempati ini bukan milik pemprov DKI, akan tetapi dibeli oleh orang tua kami dengan cara mencicil beserta tanah dan bangunannya,” tegas Abdul Karim.
Oleh karenanya, Abdul Karim berharap dengan kehadiran Ketua Komisi II DPR RI sebagai mitra kerja kementerian ATR/BPN dapat memberikan solusi di tengah persoalan kepemilikan tanah warganya.
“Kami berharap kehadiran Bapak Doly bisa memberikan solusi terbaik kepada warga RW 001 sehingga dapat memiliki kepastian atas hak kepemilikan tanah warga kami,” pungkasnya. (*)