Direktur Eksekutif New Indonesia Research & Consulting Andreas Nuryono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, menyebutkan Prabowo unggul dalam simulasi tiga nama dengan elektabilitas 38,8 persen, mengungguli Ganjar Pranowo dengan 32,1 persen dan Anies Baswedan 20,2 persen, serta sisanya tidak tahu/tidak menjawab 8,9 persen.

Kemudian dalam simulasi dua nama, Prabowo unggul atas Ganjar dengan elektabilitas mencapai 51,8 persen, sedangkan Ganjar memperoleh 33,3 persen dan sisanya tidak tahu/tidak menjawab sebanyak 14,9 persen.

Selisih elektabilitas Prabowo ketika berhadap-hadapan melawan Ganjar dimungkinkan karena terjadinya migrasi pemilih Anies ke kubu Prabowo saat hanya ada dua capres yang bertarung.

Hal itu tercermin dari lonjakan dukungan terhadap Prabowo nyaris sebesar elektabilitas Anies dalam skenario tiga nama capres. Sedangkan Ganjar praktis cenderung stagnan, artinya hampir tidak berhasil menyerap dukungan sama sekali dari para pendukung Anies.

“Unggul telaknya Prabowo terhadap Ganjar didukung oleh migrasi pemilih Anies dalam skenario head to head,” sebut Andreas.

Andreas menyatakan tingginya elektabilitas Prabowo ditunjukkan dalam kemampuannya menarik migrasi pemilih capres lain. Prabowo mendapatkan tambahan elektabilitas hingga 10,9 persen ketika dikerucutkan menjadi simulasi tiga nama dari semula banyak nama.

Ganjar meraup tambahan lebih sedikit yaitu 7,1 persen, tidak jauh berbeda dibanding Anies sebesar 6,5 persen.

“Munculnya nama Muhaimin Iskandar sebagai cawapres Anies memberi keunggulan dibandingkan Ganjar yang masih belum tahu siapa cawapresnya,” ujar Andreas.

Tambahan elektabilitas bagi Anies menunjukkan faktor cawapres berkontribusi menaikkan dukungan, meskipun masih belum cukup kuat melawan figur lain, khususnya Prabowo yang belum menentukan siapa cawapres pendampingnya.

“Kubu Ganjar masih menimbang-nimbang nama cawapres yang berpotensi bisa mengerek elektabilitas untuk menghadapi Prabowo yang posisinya masih lebih unggul,” tambah Andreas.