Oleh: M.Mufti Mubarok
Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengumumkan bahwa calon presiden dan wakil presiden bisa di bawah 40 tahun dan berpengalaman. Dengan demikian, penetapan bakal pasangan capres dan cawapres makin rumit, sengit dan seru. Sang sutradara dan pemain utama memainkan jurus tingkat dewa bak pendekar menunjukkan jurus mabuknya. Saling tikam saling serang membabi buta, tak ada lagi siapa kawan dan siapa lawan.
Pertarungan Sutradara dan Pemeran Utama
Kelompok pertama sutradara, Ada tiga orang yang saling atur taktik politik tingkat tingginya yaitu Megawati, Jokowi dan ditambah Prabowo.
Kelompok kedua pemain watak, setidaknya ada empat yaitu Surya Paloh, Jusuf Kalla, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) yang sudah turun gunung. Pertarungan 7 pendekar politik kian sengit. 7 dewa pendekar itu adalah pemain lama yang akan memainkan sisa-sisa kekuatan terakhir. Ibadat perang adalah perang pulutan, Ibarat film The Last Samurai.
Untuk sutradara dimainkan oleh Megawati, Di mana Mega telah menghantarkan PDIP dua periode jadi pemenang Pemilu kemudian memenangkan Joko Widodo menjadi presiden 2 periode.
Inilah prestasi Megawati yang luar biasa. Sehingga tak heran nenek yang satu ini statementnya suka suka. Dan Mega kali ini terpaksa mencalonkan Ganjar Pranowo karena anak emasnya yang bernama Puan Maharani berdasarkan hasil survei elektabilitasnya jeblok.
Rupanya skenario mencalonkan Ganjar tidak terlalu mulus. Wajar saja, karena ketakutan Megawati seperti saat mendorong Jokowi jadi presiden sulit dikendalikan, selain itu keduanya bukan anak biologis dan juga bukan struktur inti di DPP PDI-P.
Mungkin saja Megawati ingin menduetkan Prabowo-Ganjar atau Ganjar-Pranowo, akan tetapi skenario ini tampaknya gagal. Karena Eyang Prabowo sudah tidak ada kesempatan lagi jika tidak maju RI 1. Oleh karenanya ia terpaksa harus maju jadi Capres sendiri. Sementara hingga saat ini mantan Danjen Kopassus itu masih kesulitan mencari cawapres-nya.
Barangkali Prabowo masih menimang nimang anak emas dan anak biologis Jokowi, bisa Erik atau Gibran, adapun sebagai pemain cadangannya adalah Khofifah atau Ridwan Kamil. Sedangkan Ganjar juga masih menimang nimang Mahfud MD, Sandiaga atau yang lainnya.
3 Poros
Poros kiri Megawati dengan mencalonkan Ganjar, berharap Jokowi mendukungnya. Namun sepertinya manuver Jokowi sulit dikendalikan oleh Megawati. Pasalnya hingga saat ini Jokowi belum juga menyatakan dukungannya kepada Capres yang diusung oleh PDi Perjuangan tersebut. Bahkan sebaliknya, relawan Jokowi seperti Projo yang belum lama ini menyatakan dukungannya kepada Prabowo. Dukungan itu tentu atas seizin Jokowi
Poros Tengah Joko Widodo
Dengan kecenderungannya yang mendukung Prabowo, rupanya Jokowi diam-diam telah menyusun kekuatan yang luar biasa. Di mana partai pendukung Prabowo tergolong masuk dalam koalisi gemuk, yang di dalamnya ada Partai Gerindra, Golkar. PAN, dan relawan lainnya yang selama ini berada di barisan Jokowi.
Tampaknya Jokowi memiliki rasa percaya diri yang cukup tinggi, dan partai koalisi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia maju (KIM) hingga saat ini masih solid untuk memenangkan Prabowo.
Sementara, Jokowi sendiri telah mempersiapkan anaknya menjadi penerusnya. Dimana Kaesang Pangarep saat ini telah menduduki kursi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Di sisi lain, Wali Kota Solo, Gibran didorong menjadi Cawapres untuk mendampingi Prabowo, Gibran pun dinilai memiliki peluang, pasca adanya putusan MK tersebut.
Poros Kanan, Surya Paloh dan JK mencalonkan Anies dan Muhaimin Iskandar
Bila Megawati dan Jokowi pecah kongsi, maka yang akan diuntungkan adalah pasangan Anies-Muhaimin (Amin). Serangan pada Surya Paloh yang bertubi tubi. Kekuatan hukum dipakai untuk menumbangkan pasangan Amin secara membabi buta terhadap menteri menteri NasDem justru membuat pasangan Amin kian mendapatkan simpati publik.
Pada akhirnya siapa lawan dan siapa kapan kini kian jelas. Pada gilirannya permainan elite kekuasaan ini cukup mencekam seperti hendak perang dan adu taktik kotor. Lagi-lagi rakyat menjadi korban.
Penulis: Direktur LeSuRe- Political Consultant