Ini Harapan Ketua Gapkoptindo Kepada Pemerintahan Yang Baru

JAKARTA, Harnasnews – Dalam beberapa bulan belakangan ini harga kedelai terus merangkak naik. Hal itu dipicu karena pasokan kedelai dari negara pengimpor seperti Amerika Serikat dan Brazil mengalami penurunan.

Ketua Gabungan Koperasi Pengrajin Tahu dan Tempe Indonesia (Gapkoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, salah satu penyebab kenaikan harga kedelai nasional karena pertanian kedelai di Amerika Serikat (AS) dan Brasil sendiri masih belum memasuki masa panen, sehingga pasokan berkurang, akibatnya harganya kedelai dalam negeri naik.

Padahal, kata Aip, para pengrajin tahu tempe di Indonesia masih bergantung kepada kedelai impor. Sementara, kebutuhan kedelai dalam negeri dalam satu tahun diperkirakan mencapai 3 juta ton. 

“Dari 3 juta ton itu, kedelai lokal hanya mampu memproduksi 10 persen atau 300 ribu ton. Dan selebihnya yang 2,7 juta ton per tahunnya itu, kita masih bergantung pada kedelai impor. Maka harga kedelai nasional mau tidak mau harus mengikuti pasar dunia,” jelas Aip kepada wartawan di Jakarta Selatan, (16/11/2023).

Selain itu, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan adanya el nino yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia juga merupakan faktor penyumbang kenaikan harga kedelai nasional. 

Dengan naiknya harga kedelai global, lanjut dia, saat ini di beberapa provinsi di Indonesia seperti NTB, Aceh, Surabaya, Palembang harga beli kedelai sudah merangkak tembus di angka Rp 12.800 per kg, padahal harga minggu sebelumnya hanya Rp 11.000.

Sementara, Harga Acuan Pembelian/Penjualan (HAP) kedelai yang telah ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebesar Rp 10.775 per kg untuk harga acuan pembelian kedelai lokal di produsen serta Rp 11.400 per kg (kedelai lokal) dan Rp 12.000 per kg (kedelai impor) untuk harga acuan penjualan di konsumen.

“Kami memprediksi harga kedelai impor akan terus mengalami kenaikan. Karena kedelai itu bukan hanya untuk bahan baku makanan tahu tempe saja. Akan tetapi juga untuk bic oil.  Terus kedelai yang great tiga dan empat itu dijadikan bahan baku makanan babi. Makanya Cina mengimpor kedelai untuk satu tahun itu hampir seratus juta ton per tahun,” kata Aip.   

Namun demikian, Aip mengakui bahwa kebijakan impor kedelai dalam negeri selama hampir 20 tahun ini dinilai sudah cukup bagus. Sebab, di saat harga kedelai melambung maupun dalam kondisi normal, termasuk ketersediaan kedelai masih cukup terjaga.

Namun Aip menilai jika dikaitkan dengan undang-undang, kebijakan importasi kedelai dinilai masih keliru. Padahal undang-undang Tentang Pangan Nomor 18 Tahun 2018, mengamanatkan bahwa pangan strategis di antaranya kedelai itu harus dikuasai negara.  

“Misalnya, seorang pengusaha akan melakukan impor kedelai tidak bisa langsung, melainkan harus ada izin dari pemerintah, supaya kuota maupun harganya dapat terkendali. Tapi faktanya aturan itu tidak terlaksana, bahkan siapapun bisa mengimpor. Karena diduga banyak kepentingan yang bermain,” ungkap Aip.

Untuk itu, Gapkoptindo sangat mendukung jika pemerintahan yang baru ke depan dapat merealisasikan UU Tentang Pangan Nomor 18 Tahun 2018. “Jika itu terjadi maka tidak ada lagi monopoli dalam importasi kedelai,” harapnya. 

Leave A Reply

Your email address will not be published.