JAKARTA, Harnasnews – Baru-baru ini Lembaga survei LSI Denny JA merilis hasil surveinya pada 20 November hingga 3 Desember 2023. Dalam survei tersebut, elektabilitas Gerindra unggul tipis dari PDIP. Gerindra memperoleh 19,5% dan PDIP 19,3%, selanjutnya di posisi ketiga ditempati oleh Partai Golkar 11,9%
Survei ini dilakukan terhadap 1.200 responden yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah yang memiliki hak pilih. Metode sampling survei adalah multi-stage random sampling.
Survei LSI Denny JA ini menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan metode tatap muka dengan kuesioner. Margin of error survei ini +- 2,9 persen. Survei juga dilengkapi dengan riset kualitatif.
Direktur Citra Publik Indonesia (CPI) LSI Denny JA, Hanggoro Doso Pamungkas, mengatakan untuk pertama kalinya Gerindra unggul dari PDIP. Namun keunggulan Gerindra masih pada rentang margin off error.
“Dalam survei terakhir LSI Denny JA bahwa pertama kalinya sejak 2014 PDIP dilampaui Gerindra. Ini temuan yang menarik tentunya pada awal bulan Desember akhir November ini, di mana datanya kita dapati bahwa Gerindra telah mencapai 19,5 persen, disusul PDIP 19,3 persen,” kata Hanggoro dalam rilis survei yang disiarkan di YouTube LSI Denny JA, Selasa (19/12/2023).
“Memang secara statistik ini masih dalam rentang margin of error, bisa saja +2,9 atau -2,9, tetapi data ini menunjukkan bahwa tren kenaikan Gerindra telah melampaui PDIP,” tutur dia.
Berikut hasil survei elektabilitas partai politik:
– Gerindra 19,5%
– PDIP 19,3%
– Golkar 11,6%
– PKB 7,7%
– PKS 7,3%
– NasDem 5,8%
– Demokrat 3,6%
– PAN 3,3%
– PPP 2,9%
– PSI 1,5%
– Hanura 1%
– Perindo 1%
– Gelora 0,3%
– Partai Buruh 0,2%
– PKN 0,2%
– Ummat 0,1%
– Garuda 0%
– PBB 0%
tidak jawab/tidak tahu 14,7%
Menanggapi hasil survei LSI Deny JA, analis politik Center for Public Policy Studies (CPPS) Indonesia, Agus Wahid menilai meski survei tersebut tidak bisa menggambarkan realitas politik yang sebenarnya. Namun demikian survei tersebut menjadi tantangan bagi parpol yang elektabilitasnya menurun.
Menurut dia, persoalan tersebut menjadi PR besar bagi partai yang selama ini pernah bertengger pada posisi puncak, seperti Golkar dan PPP. Namun dalam beberapa kali pemilu terjadi penurunan suara.
“Salah satu variabel penurunan suara Golkar adalah partai tersebut dinilai masih berkutat dengan cara lama, sementara saat ini banyak pemilih pemula yang berpotensi mendongkrak suara partai namun tidak tergarap dengan baik,” ujar Agus kepada wartawan, Rabu (20/12/2023).
Selain itu kata Agus, keberadaan media dan penggiringan opini (MPO) Partai Golkar dinilai kurang berperan secara maksimal. Hal tersebut terbukti elektabilitas Airlangga Hartarto yang merupakan Ketum Golkar, saat digadang-gadang bakal maju sebagai cawapres dari Golkar akan tetapi elektabilitasnya mash di bawah 5 persen.
Justru kata Agus, lebih populer Ridwan Kamil ketimbang Airlangga. Padahal pria yang akrab disapa Kang Emil itu merupakan pendatang baru di partai Golkar. Artinya, DPP Golkar perlu mengevaluasi posisi MPO.
Padahal MPO memiliki peran strategis bagaimana menaikkan elektabilitas partai maupun membranding tokoh yang akan didorong menjadi calon pemimpin masa depan. Namun faktanya jika dilihat, MPO Golkar lebih cenderung menyebarkan rilis berita ke media di banding membuat strategi penggiringan opini yang konstruktif guna mendongkrak suara partai.
“Jika Golkar terlena dan tidak mengevaluasi di internalnya, maka partai berlambang pohon beringin itu akan bernasib sama seperti PPP. Bahkan berdasarkan rilis sejumlah lembaga survei PPP pada pemilu 2024 diprediksi tak lolos ke parlemen. Jika itu terjadi pada Golkar maka sangat memalukan,” pungkas Agus.
1. PDI-P: 128 kursi
Jumlah suara: 27.503.961 (19,33 persen)
Status: Memenuhi ambang batas
2. Golkar: 85 kursi
Jumlah suara: 17.229.789 (12,31 persen)
Status: Memenuhi ambang batas
3. Gerindra: 78 kursi
Jumlah suara: 17.596.839 (12,57 persen)
Status: Memenuhi ambang batas
4. Nasdem: 59 kursi
Jumlah suara: 12.661.792 (9,05 persen)
Status: Memenuhi ambang batas