SUMBAWA,Harnasnews – Syarafuddin alias Dewa dan Abdul Gani Dahlan, adalah korban perampasan tanah oleh pihak lain yang dialihkan kepihak PT. Sumbawa Bangkit Sejahtera (SBS).
Dalam kesaksiannya yang disampaikan oleh pihak PT. SBS bahwa benar mereka tidak tahu siapa nama-nama pemilik lahan di atas tanah pak Dewa tersebut. Bahkan tidak tahu batas-batas tanah tersebut baik batas timur Utara Selatan dan Barat.
Karena, pihak perusahaan tidak pernah bertemu dengan pemilik lahan nama-nama yang termuat dalam data kantor pertanahan kabupaten Sumbawa khusus di lokasinya pak Dewa pada tahun 2021.
Padahal, pak Dewa dari tahun 2012 tidak pernah meninggalkan lokasi tersebut sehingga siapa yang menjual tanahnya cetusnya di dalam persidangan. Lanjut lagi pihak perusahaan selalu memberikan tuduhan kepada pak Dewa dan Abdul Gani bahwa sudah menerima talih asih.
Pak Abdul Gani bahwa tali asih itu diterima oleh iparnya sebesar Rp. 10.000.000 dan diambil oleh pihak desa Rp. 2.000.000 dan juga bukan di objek yang diperkara ini tapi di objek lain dan saya tahu batas-batas tanahnya PT. SBS kalau berdasarkan SK Bupati tahun 2000 tersebut terhadap izin buka lahan warga.
Pak Han dan pak Bastian mengaju bahwa dialah yang berikan tali asih, padahal yang berikan adalah pak Teo dan bukan dikantor PT. SBS. Bastian membenarkan itu dia hanya melihat nama data-data di perusahaan saja ungkapnya.
Dan perusahaan mengakui bahwa pernah kalah saat menggugat kelompok tani Mentingal tersebut Jaharuddin termasuk pak Gani ini sehingga putusan MA memenangkan warga tersebut 50 hektar lahan pada tahun 2021.
Masih di objek yang sama masyarakat terus berjuang, karena objek kemenangan Mahkamah Agung berbatasan dengan tanahnya pak Dewa dan yang lainnya sehingga warga bertahan karena memang sebagai pemilik lahan karena pertama kali yang buka lahan tersebut pada tahun 2012.
Terus menuai protes oleh warga karena akan masuk musim tanam berikutnya terjadi aksi dan demostrasi akhirnya perusahaan lewat LSM LPPD pada tanggal 2 February 2023 pihak PT. SBS mengembikan tanah tersebut seluas 50 hektar lewat LSM LPPD.
Namun begitu masyarakat menggunakan lahan tersebut, diambil lagi oleh pihak perusahaan dengan memasukkan dalam HGU No.66 yang terbit pada bulan Juli 2023. HGU tersebut saat ini sedang di uji di PTUN Mataram yang dimohonkan gugatannya oleh terdakwa saudara Abdul Gani Dahlan, Syarafuddin alias Dewa dan Ali Sanapiah alias Sapo.
Dan saat ini masih saling menjawab untuk memberikan jawaban. Persidangan yang didampingi oleh Lawyer Febriyan, Aminuddin dan Miftahul Farid yang tergabung dalam Perhimpunan pembela masyarakat adat Nusantara (PPMAN), menurut Febrian kita sudah maksimal memberikan pendampingan dan kesannya kasus ini dipaksakan untuk disidangkan.
Dan tidak sampai disini masih banyak uapaya-upaya hukum lainnya, masih di PTUN, belum lagi dalil-dalil temuan lain yang didapatkan di persidangan bisa juga untuk jadi bahan baru.
Termasuk yang paling fatal perusahaan tidak tahu batas-batas tanah warga ini dan nama-nama yang 116 org sebagai alas hak pemohon untuk HGU No. 66 tersebut harus dibongkar siapa-siapa saja namanya dan bagaimana cara perolehan apakah ada dalam kawasan hutan apa bukan,Ini masih panjang.
Jasardi yang ikut memantau dalam persidangan ini, seharusnya kasus ini gak perlu dinaikkan sampai ketahap persidangan dan seharusnya hakim juga tidak boleh mengadili atau menerima berkasnya karena ini masih dalam proses di PTUN.
Kita masih banyak uapaya-upaya hukum lain yang akan dilakukan ungkapnya. Termasuk akan melaporkan lagi karena warga ini merasa ditipu Oleh pihak perusahaan karena sudah dikembalikan lahan yang 50 hektar tersebut tapi tidak kunjung diterimanya bahkan disidangkannya warga ini.
Ini gak bisa terima, jelas-jelas kok wktu itu di BPN Sumbawa jelas diberikan lewat LPPD dan LPPD menjelaskan bahwa pernyataan ini adalah benar untuk warga ini yang sedang berjuang termasuk saat aksi di DPRD Sumbawa dan hearing juga dipertegas oleh Jahuden Dhenis.
Jadi justru perusahaan yang mengambil alih hak masyarakat ini, dan juga jauh-jauh hari warga kelompok tani Mentingal ini sudah mengirimkan surat ke Kanwil BPN NTB agar jangan dikeluarkan HGU tersebut karena masih belum selesai dengan masyarakat.
Belum lagi ditambah dengan berita acara mediasi di BPN Sumbawa 30 Oktober 2023 jelas bahwa ini dalam bersengketa antara pemilik lahan. Dan juga kami sesalkan kepada pihak kepolisian tidak begitu objektif melihat kasus ini.(Hermansyah/Ril)