JAKARTA, Harnasnews – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka pendiri dan sekaligus pemilik Maskapai Sriwijaya Air, Hendry Lie (HL) terkait kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah (TINS) Tbk.
Direktur penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung RI Kuntadi menyampaikan HL merupakan sosok yang telah ditetapkan pihaknya menjadi tersangka dalam kasus timah ini.
“Benar, HL memang pernah diperiksa [29 Februari 2024],” ujar Kuntadi di Kejagung, Senin (29/4/2024).
Dia menjelaskan peran HL dalam kasus timah. HL selaku beneficiary owner dan tersangka lainnya Fandy Lingga (FL) sebagai marketing PT Tinindo Internusa (TIN).
Singkatnya, untuk HL dan FL berperan untuk pengkondisian pembiayaan kerja sama penyewaan alat peleburan timah. Terlebih, agar seolah-olah ilegal, keduanya membentuk dua perusahaan boneka.
Sementara itu, dengan ditetapkannya tersangka Hendry Lie selaku founder atau pemilik maskapai penerbangan PT Sriwijaya Air, dinilai akan makin memperumit upaya maskapai tersebut untuk beroperasi dengan optimal.
Pemerhati penerbangan Alvin Lie menyatakan keprihatinannya terkait penetapan bos Sriwijaya Air itu sebagai tersangka.
Alvin menuturkan, sebelum munculnya kasus korupsi yang menyeret HL, kondisi Sriwijaya sebenarnya sudah kritis.
Dari sisi operasional, Alvin menyebut Sriwijaya Air dan entitas anaknya, Nam Air, hanya memiliki masing-masing sekitar 3 hingga 4 pesawat untuk melayani penumpang.
Di sisi lain, Sriwijaya Air juga belum lama ini baru lolos dari jerat kepailitan setelah mendapat persetujuan dari para krediturnya untuk restrukturisasi utang melalui sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Dengan adanya kasus ini, Alvin menyebut Grup Sriwijaya Air akan makin sulit memenuhi komitmennya sebagaimana yang disetujui dalam perjanjian PKPU. Jika hal tersebut terjadi, maka perusahaan pun harus mencabut kesepakatan tersebut.
“Dengan adanya pembatalan kesepakatan tersebut [PKPU], maka Sriwijaya Air akan kembali terancam kepailitan. Tentu ini akan berat buat karyawan-karyawan dan juga mitra kerjanya,” kata Alvin, Senin (29/4/2024).
Seperti diketahui, perjanjian PKPU tersebut disepakati di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/7/2023) silam. Proses PKPU Sriwijaya Air telah resmi berakhir damai.
Sebanyak 100 persen kreditur separatis telah menyetujui rencana perdamaian, sementara kreditur konkuren yang sepakat sebanyak 92 persen. Adapun, jumlah utang Sriwijaya Air dalam PKPU tersebut sebesar Rp7,3 triliun.
Kuasa Hukum Sriwijaya Air, Hamonangan Syahdan Hutabarat menyebut sidang PKPU menyepakati tenggat waktu penyelesaian utang debitur kepada para krediturnya cukup beragam mulai dari delapan tahun hingga maksimal 15 tahun.
“Untuk beberapa kreditur yang sifat tagihannya lessor nonaktif, sudah tidak ada mesin, tidak ada pesawat karena sudah ditarik itu [tenggang waktu penyelesaian utang] 15 tahun,” kata Syahdan. (Red)