CPPSI Soroti Rencana 179 Kades se-Kabupaten Bimtek ke Bali
KABUPATEN BEKASI, Harnasnews – Pemerintahan desa (Pemdes) se-Kabupaten Bekasi dijadwalkan akan melakukan bimbingan teknis ke Provinsi Bali pada tanggal 6 sampai 10 Mei 2024. Tercatat, sebanyak 179 pemerintahan desa se-Kabupaten Bekasi dipastikan akan mengikuti kegiatan tersebut.
Seorang sumber pemdes setempat mengatakan, bimbingan teknis ini mengangkat tema “Peningkatan Kompetensi Tata Kelola
Pemerintahan Desa dan Inovasi Badan Usaha Milik Desa (Bumdesa) Kabupaten Bekasi Tahun 2024”.
“Setiap desa mengirimkan dua orang peserta yaitu kepala desa dan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD),” terangnya, Jum’at (3/5/2024). “Setiap peserta bimtek dikenakan biaya sebesar Rp15 juta. Jadi kalau dua orang, maka setiap desa harus membayar Rp30 juta” imbuhnya.
Kegiatan ini rencananya akan dibuka oleh Penjabat (Pj) Bupati Bekasi Dani Ramdan, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Bekasi Rahmat Atong, serta pihak Kejaksaan Negeri Bekasi.
Kegiatan bimbingan teknis (bimtek) tersebut mendapat sorotan dari Center For Publik Policy Studies Indonesia (CPSSI) Nurseylla Indra Dona. Dia menilai bahwa kegiatan bimtek ini tidak efektif dan hanya akan menghabiskan anggaran desa.
“Jika bimtek ini hanya untuk peningkatan kompetensi tata kelola pemerintahan desa, tidak perlu diadakan jauh-jauh di Bali. Cukup dilaksanakan di Bekasi dan menghadirkan narasumber yang kompeten,” kata Seylla kepada Harnasnews, Jumat (3/5/2024).
Padahal kata Seylla, bahwa bimtek serupa dapat diselenggarakan di lokasi yang lebih dekat, seperti Bekasi, dengan mengundang narasumber yang ekseprt di bidangnya.
Hal ini dianggap lebih efektif dan hemat anggaran dibandingkan menggelar bimtek di Bali yang memerlukan biaya lebih besar.
Sedangkan jika tujuannya untuk meningkatkan inovasi Bumdesa di Kabupaten Bekasi, dia menilai Bali bukan tempat yang tepat.
“Potensi desa di Kabupaten Bekasi berbeda dengan desa-desa di Provinsi Bali. Kabupaten Bekasi merupakan wilayah industri, sedangkan Bali maju di sektor pariwisatanya,” ujarnya.
Meski begitu, Seylla mengakui ada beberapa desa di Kabupaten Bekasi berpotensi dalam meningkatkan sektor pariwisatanya, namun jumlahnya sangat terbatas.
“Jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Jadi, tidak semua desa wajib mengikuti bimtek di Bali. Jika semuanya ikut, dikhawatirkan hanya akan menjadi ajang liburan,” tegasnya.
Dirinya juga mempertanyakan relevansi mengikutsertakan seluruh desa dalam bimtek di Bali, mengingat perbedaan potensi dan fokus pembangunan antara desa-desa di Kabupaten Bekasi dan Bali.
Oleh karena itu, Seylla mengusulkan agar hanya desa-desa tertentu saja yang memang membutuhkan peningkatan sektor pariwisata yang mengikuti bimtek tersebut.
Selain itu, Seylla juga mempertanyakan mengapa direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dari setiap desa tidak diajak untuk mengikuti bimtek tersebut jika salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan inovasi BUMDesa.
“Dengan tidak diajaknya direktur BUMDesa, dapat kita lihat bahwa kegiatan bimtek ini hanya bersifat seremonial belaka,” tegasnya. (Supri)