KOTA BEKASI, Harnasnews – Aksi massa yang tergabung dalam Mahasiswa Pemuda Revolusi (MPR) di depan gedung DPRD Kota Bekasi pada Rabu (22/5/2024) lalu yang berujung pada pengrusakan fasilitas milik pemerintah daerah, bakal memasuki babak baru.
Hal tersebut menyusul dengan laporan Plt.Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kota Bekasi Syaroni ke Polres Metro Bekasi Kota terkait dengan pengerusakan pagar DPRD.
Alih-alih aksi massa itu mendapatkan simpati dan pujian masyarakat, justru sebaliknya demonstrasi yang berujung anarkis tersebut mendapat tanggapan negatif dari berbagai pihak.
Salah satunya diungkapkan Direktur Eksekutif Progress Indonesia (PI) Idrus Mony. Ia mendukung aparat penegak hukum untuk memeriksa pelaku pengrusakan pagar gedung DPRD Kota Bekasi saat menggelar aksi pada (22/5/2024) lalu.
Prograss Indonesia juga mengapresiasi langkah Plt Sekretaris DPRD Kota Bekasi, Syaroni yang melayangkan surat pelaporan kepada pihak Polres Metro Bekasi Kota atas pengerusakan yang terjadi pada saat aksi massa yang berujung pada tindakan anarkis tersebut.
“Dengan dalih apapun, merusak fasilitas aset milik daerah tentunya sangat tidak dibenarkan. Dan itu merupakan tindak pidana. Sebagai mantan aktivis yang juga sebagai praktisi hukum kami tentunya sangat menyayangkan aksi anarkis itu terjadi,” kata Idrus kepada HNN, Senin (27/5/2024).
Dia juga meluruskan soal adanya pendapat bahwa kerusakan fasilitas pemerintah saat aksi di depan gedung DPRD Kota Bekasi tidak seberapa dibandingkan dengan aksi demonstrasi 98, dimana saat demo tuntutan reformasi itu banyak fasilitas negara yang rusak akibat kemarahan massa.
Menurutnya, harus dibedakan terkait dengan gerakan massa saat 98 dengan aksi yang dilakukan pada 22 Mei 2024 kemarin. Aksi 98 itu adalah gerakan reformasi karena dipicu adanya krisis multidimensi.
“Sedangkan gerakan massa pada tahun 1998 itu dilatarbelakangi oleh adanya krisis ekonomi. Dimana penguasa dalam memimpin negara ini menggunakan tangan besi atau dengan cara-cara militerisme. Dengan melanggengkan prinsip-prinsip serta perilaku praktik korupsi kolusi dan nepotisme,” beber Idrus.
Menurut dia, reformasi 98 itu esensinya adalah tumbangnya rezim otoriter otokritik ke rezim demokrasi pluralistik. Hal itu terjadi karena tidak terjadinya titik temu antara penguasa dengan sekelompok elit yang menginginkan perubahan terjadi di dalam negeri ini untuk kepemimpinan secara demokratis.
“Makanya konsolidasi yang dianggap gagal itulah yang memunculkan gerakan reformasi,” tegas Idrus.
Sementara aksi pada 22 Mei 2024 lalu yang mengerucut desakan pencopotan Plt Wali Kota kabarnya lantaran adanya wacana rotasi dan mutasi di lingkungan pemkot Bekasi.
“Jika dilihat, aksi tersebut karena ada konflik kepentingan di internal OPD di lingkup Pemkot Bekasi itu sendiri. Nah gerakan massa ini muncul tentunya bukan spontanitas melainkan ada pengendali dan aktor intelektual di balik aksi anarkis itu,” imbuhnya.
Untuk itu, ia sangat mendukung langkah polisi untuk mengusut dan menangkap pelaku pengrusakan sebagaimana yang telah dilaporkan oleh Plt Sekretaris DPRD Kota Bekasi. (Red)