JAKARTA, Harnasnews – Kejaksaan Agung dinilai tebang pilih dalam penanganan kasus PT Timah yang menyeret nama Robert Bonosusatya (RBT). Pasalnya, hingga saat ini sosok yang disebut bos besar itu belum juga jadi tersangka.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai ada konflik kepentingan di internal Kejagung yang melibatkan sejumlah oknum pejabat masa lalu. Sehingga RBT yang disebut sebagai sosok di balik mega korupsi PT Timah itu belum juga jadi tersangka.
“Kejaksaan Agung belum menyeret RBS karena persoalan tarik ulur yang melibatkan oknum di masa lalu,” ujar Boyamin kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/5/20204).
Padahal sebelumnya penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung beberapa kali memeriksa Robert Bonosusatya dalam kasus dugaan korupsi timah.
Nama Robert Bonosusatya dikaitkan dengan tersangka kasus tersebut di antaranya Harvey Moeis dan Helena Lim.
Boyamin pun menyoroti pemeriksaan keuangan suami Sandra Dewi tersebut. Dia menduga bahwa tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk melacak aliran keuangan yang berasal dari Harvey Moeis.
“Saya kira itu untuk melacak uang dari HM itu ke mana saja dan apakah istilahnya SD itu dalam pengertian tidak menerima dari HM,” ujarnya.
Boyamin juga menekankan bahwa pemeriksaan ini dapat menjadi beban bagi Sandra Dewi karena dapat diinterpretasikan sebagai bukti bahwa ia menerima aliran uang dari Harvey Moeis.
Boyamin menyatakan pemeriksaan ini dilakukan untuk mendalami keterlibatan Sandra Dewi dalam kasus tersebut. Menurutnya, kemewahan yang dialami oleh Sandra Dewi pasca-menikah harus menjadi perhatian serius.
“Apa sisi lain yang harusnya pantun hati-hati Sandra Dewi ketika diberi mobil-mobil mewah dan juga bahkan disewakan pesawat pribadi,” katanya.
Menurutnya, kemewahan yang berlebihan tersebut seharusnya memicu kecurigaan terhadap Sandra Dewi karena tidak sejalan dengan pendapatan yang dimilikinya sebagai artis.
Dalam konteks penegakan hukum terkait kasus-kasus tambang ilegal, Boyamin mengkritik efektivitas hukuman administrasi yang diterapkan oleh pemerintah. Ia menyoroti bahwa meskipun telah ada ancaman pencabutan izin, namun hingga saat ini banyak perusahaan tambang yang tidak terealisasi.
“Hukuman administrasi selama ini tidak efektif untuk menertibkan tambang,” ujarnya.
Melansir laman Tempo, Boyamin menekankan perlunya penegakan hukum yang lebih tegas untuk menangani masalah tambang ilegal, demi menjaga tata kelola yang lebih baik dalam industri tambang di Indonesia.
Boyamin menyarankan penanganan kasus-kasus seperti ini memerlukan pendekatan hukum yang lebih keras dan tindakan yang lebih proaktif dari lembaga penegak hukum. Hal ini agar dapat memastikan keadilan dan kepatuhan terhadap hukum yang lebih baik di Indonesia. (Red)