Keterangan Saksi Ahli Jawab Semua Kekuatan Akta Van Dading Terhadap Perkara Edccash
KOTA BEKASI, Harnasnews.com – Sidang lanjutan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) investasi Edccash menghadirkan saksi ahli hukum tindak pidana,Prof Agus Surono,SH,MH di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi, Senin (5/08/24).
Kesaksian ahli hukum pidana memaparkan bahwa dalam pasal 3 TPPU menyebutkan UU RI No. 8 Tahun 2010 pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain Kekayaan atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan,” ujar Dohar Jani Simbolon, SH sebagai Kuasa Hukum lima terdakwa dalam kasus tersebut, Senin (05/08/2024).
Untuk itu kata Dohar, yang merupakan Kuasa Hukum lima terdakwa Abdul Rahman Yusuf, Suryani, Asep Wawan Hermawan, Jati Bayu Aji dan M Roip Sukardi menegaskan dengan adanya akta Van Dading maka mematahkan tuduhan yang ada di pasal 3 TPPU tersebut.
“Ahli Hukum Tindak Pidana harus merujuk pada bukti yang jelas, dengan adanya perjanjian perdamaian maka Pasal 3 TPPU dapat dipatahkan karena terdakwa memenuhi kewajiban untuk mengembalikan aset kepada korban. AY sudah melaksanakan hal tersebut,” tegasnya.
Terlebih Akta Van Dading atau perdamaian antara lima terdakwa dengan Paguyuban Mitra Bahagia Berkah Bersama sudah inkrah di Pengadilan Negeri Kota Bekasi jauh sebelum perkara TPPU sampai pada tahap P19 di Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
Dengan adanya bukti Akta Van Dading yang merupakan akta perdamaian yang diatur di dalam Pasal 1851 KUH Perdata dan Pasal 130 HIR yang dibuat para pihak untuk mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.
“Kami waktu melakukan perdamaian dengan pihak paguyuban adalah untuk memberikan keadilan kepada korban. Berbagai aset yang disita oleh kepolisian harus dikembalikan kepada korban sesuai dengan kesepakatan perdamaian,” ungkap Dohar.
“Namun, hal yang kami anggap selama dalam proses hukum, JPU tidak sesuai dengan prosedur terutama dalam pemanggilan saksi dan penetapan barang yang disita,” sambung Dohar.
Sebagai kuasa hukum Terdakwa, Dohar menolak dan menyayangkan tindakan JPU yang tidak sesuai dengan hukum acara pidana
“Jika aparat hukum tidak melaksanakan proses peradilan dengan benar dari penyidikan hingga putusan, maka dugaan atau tuntutan dapat ditolak,” jelasnya.
Sementara Kuasa Hukum Korban, Siti Maylanie Lubis,SH mengaku dari kesaksian ahli hukum pidana dianggap dapat dibuat menjadi sebuah rujukan terhadap keputusan nanti, yaitu dikembalikannya ganti rugi kepada korban.
“Tapi korban yang mana lebih jelas lagi kan tadi di dalam sidang ada dipertanyakan oleh jaksa maupun hakim.Tentunya korban yang tergabung di Paguyuban Mitra Bahagia Berkah Bersama yang selama ini sudah melakukan perdamaian, ” jelasnya.
Di dalam proses perkara ini lanjut Maylanie ada 2 hal yang dapat dilakukan Jaksa. Jaksa bisa menjadi penyidik tapi dalam perkara korupsi. Tetapi di sini perkara TPPU, sehingga Jaksa tidak bisa menjadi seorang penyidik.
“Sehingga jika Jaksa membuka posko lagi terhadap korban korban yang lain, untuk apa? tanya Maylanie heran. ‘Toh tidak bisa dimasukkan ke dalam berkas perkaranya. Karena apa? Karena dakwaan Jaksa tidak dapat diubah,” kata Maylanie.
“Sesuai dengan tadi yang sudah dijelaskan di kesaksian ahli pidana dakwaan tidak dapat diubah dan Jaksa harus tetap menjalankan dakwaan sehingga sampai nanti tuntutan, harus sama. Tidak mungkin berubah terhadap kerugian. Kalau Jaksa menambahkan korban lain di mana dimasukkannya?, ” ujarnya.
Sementara kata Maylanie, sebelumnya ketika pada P21 tahap kedua, Jaksa menyatakan berkas sudah lengkap.
“Yang paling penting adalah Jaksa harus mengungkap fakta aset – aset yang ada. Tapi tadi syukur alhamdulillah Jaksa mau menghadirkan dari LPS yaitu ada aset sebesar 4 miliar di Koperasi atas nama AY dan Suryani. Semoga bisa ditambahkan untuk nilai kerugian yang harus diterima korban dan seharusnya pekerjaan Jaksa yang paling penting mendukung para korban menemukan aset – aset lain yang dimiliki terdakwa,” pungkasnya. (Red)