JAKARTA, Harnasnews – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut pihaknya akan melakukan penelaahan terhadap laporan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun soal dugaan gaya hidup mewah Kaesang Pangarep yang menggunakan jet pribadi.
Tessa menyebut bahwa Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) terlebih dahulu akan melakukan penelaahan apakah laporan tersebut masuk kategori tindak pidana atau tidak.
“Pasti yang dicek pertama dia (terlapor) statusnya pegawai negeri atau penyelenggara negara. Kalau tidak ada kaitan enggak dengan penyelenggara negara atau pegawai negeri yang masih satu lingkup dengan keluarganya.”
Selain itu, kata dia, pihaknya juga akan menelaah terkait alat bukti yang dapat mendukung laporannya sehingga dapat berlanjut ke tahapan berikutnya yakni penyelidikan.
“Prosesnya masih panjang, sehingga butuh kehati-hatian dalam melihat case (kasus, -red) ini,” ucapnya.
Di sisi lain Tessa menyebut Kaesang tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan dugaan gratifikasi, sebab putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu bukan pegawai negeri maupun penyelenggara negara.
“Berdasarkan Undang-Undang nomor 30 tahun 2022 di pasal 16, kewajiban melapor gratifikasi itu dibebankan kepada pegawai negeri dalam artian luas berstatus dua itu yang sudah saya sampaikan,” ucapnya.
Meski demikian, ia menyebut Kaesang dapat melaporkan dugaan gratifikasi jika merasa ada benturan kepentingan atau conflict of interest terkait fasilitas jet pribadi tersebut.
“Walaupun begitu bagi keluarga yang merasa menerima fasilitas atau pemberian yang diduga ada kaitan dengan conflict of interest dalam hal ini keluarga lain yang berstatus pegawai negeri atau penyelenggara negara,” ujarnya.
“Bisa melaporkan, bukan wajib ya, catatannya. Bisa melaporkan kalau memang yang bersangkutan merasa ‘oh ini saya mendapatkan ini ada conflict of interest’. Kalau seandainya yang bersangkutan yakin tidak ada kaitannya, maka tidak perlu melaporkan.”
Dalam kesempatan itu, ia juga menyebut KPK tidak bisa secara tiba-tiba mengusut fasilitas yang digunakan Ketua Umum PSI tersebut sebagai gratifikasi, mengingat yang bersangkutan tidak berstatus pegawai negeri sipil maupun penyelenggara negara.
“KPK tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa apakah itu merupakan gratifikasi yang menyentuh conflict of interest atau tidak. Karena yang bersangkutan bukan merupakan pegawai negeri ataupun penyelenggara negara,” ujarnya.
KPK, lanjut ia, baru bisa meminta klarifikasi kepada Kaesang jika terdapat laporan dugaan tindak pidana korupsi, informasi intelijen, dan lainnya yang bisa ditindaklanjuti dengan penyelidikan.
“Kembali lagi, itu butuh penelaahan terlebih dahulu melalui adanya laporan dari masyarakat,” pungkasnya.