JAKARTA, Harnasnews – Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini mengaku kehilangan ekonom senior Faisal Basri. Pria kelahiran Bandung yang dikenal dengan analisa ekonominya yang tajam itu menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan di usia 65 tahun
Didik menceritakan, bahwa ekonom senior juga pendiri INDEF itu sudah dikenal luas, sosok yang idealis dan sangat berintegritas. Selain itu Faisal juga sering dipandang sebagai sosok yang idealis, dengan prinsip yang kuat mengenai bagaimana ekonomi dan politik harus dikelola demi kepentingan publik.
Didik mengisahkan, suatu sore, kira-kira 7 tahun yang lalu di forum terbatas pimpinan redaksi, dirinya berdiskusi dengan Muhaimin Iskandar yang bergumam tentang keadaan bahwa opposisi nihil. Muhaimin menyebut hanya Faisal Basri yang berdiri dan bersuara lantang mengkritisi pemerintahan Jokowi yang mulai menjadi otoriter. Jokowi mulai menampilkan sosok tiran tetapi tersembunyi dengan sempurna.
“Faisal Basri adalah sosok yang tegas dan berani dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam ekonomi dan politik Indonesia,” ujar Didik dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Kamis (5/9/2024).
“Meskipun tidak menduduki jabatan formal di partai atau pemerintahan, Kiprahnya baik sebagai akademisi maupun aktivis ekonomi-politik telah memberikan dampak besar dalam mendorong reformasi dan perbaikan kebijakan dan demokrasi secara luas di Indonesia,” sambung Didik.
Sebenarnya, Faisal Basri bersama Didik J. Rachbini, Fadhil Hasan, Didin Damanhuri, dan Nawir Messi terlibat dalam membangun INDEF, institusi bereputasi, kritis dan progresif dalam menilai kebijakan ekonomi Indonesia.
Didik mengaku bahwa pandangannya dengan Faisal tidak berbeda. Seperti kesamaan pandangan dalam hal kemandirian analisis ekonomi dan keinginan mendorong reformasi ekonomi yang lebih adil dan pro-rakyat.
“Tetapi Faisal lebih berani, gamblang dan terus terang sehingga tidak aneh seperti politisi kancil Muhaimin yang berada di dalam koalisi pada periode 1 pemerintahan Jokowi menyesalkan demokrasi yang absen opposisi,” jelasnya.
Menurutnya, dengan sahabat ekonom lainnya di INDEF seperti Didin Damanhuri, Faisal sama-sama mengedepankan prinsip-prinsip ekonomi yang berkelanjutan dan adil. Berbagi visi dalam hal reformasi kebijakan ekonomi yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat bawah.
Yang lebih mengesankan lagi dari pribadi Faisal Basri, lanjut Didik, dia adalah independen dan anti-korupsi. Tidak ada yang bisa mempengaruhi pandangan dan ketegasan dalam pemikirannya. Selalu kritis terhadap kebijakan pemerintah dan tidak segan untuk menyuarakan pendapat yang berbeda, meskipun itu tidak populer.
“Dia sering menunjukkan sikap independen dalam analisisnya dan tidak terikat dengan kepentingan partai politik tertentu. Juga menyesalkan KPK diberangus pemerintah dan parlemen,” ungkap Didik.
Didik menilai Faisal Basri sosok yang amat sederhana memiliki kontribusi besar dalam memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas di dunia ekonomi dan politik Indonesia. Sebagai salah satu pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW), Faisal sering berbicara lantang tentang pentingnya memberantas korupsi di Indonesia, terutama di sektor ekonomi dan pemerintahan.
“Di bidang akademik, Faisal Basri juga dihormati sebagai dosen ekonomi di Universitas Indonesia (UI), dan mendirikan lembaga Think Tank Indef dengan kegiatan mengajar dan meneliti isu-isu ekonomi dengan fokus pada pembangunan ekonomi dan kebijakan publik,” pungkasnya.
Dikabarkan sebelumnya, ekonom senior Faisal Basri meninggal dunia pada Kamis (5/9/2024). Pria kelahiran Bandung ini menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan di usia 65 tahun.
Ramai warganet ramai mengucap duka atas kepergian ekonom Universitas Indonesia ini di media sosial. Tak pelak nama Faisal Basri memuncaki daftar trending topic.
Banyak yang mengenang sosoknya yang dinilai kritis dan independen dalam memberikan analisis terhadap kebijakan ekonomi di Indonesia. (Aep)