Di Bawah Kepemimpinan Ade Puspitasari Golkar Kota Bekasi “Mati Suri”
KOTA BEKASI Harnasnews – Menjelang kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Bekasi, konstelasi di internal Partai Golkar kian amburadul.
Pasangan calon kepala daerah (Cakada) yang diusung oleh Partai Golkar dan NasDem, yakni Uu Saeful Miqdar-Nurul Sumarheni sepertinya kurang mendapat dukungan dari struktur DPD Golkar Kota Bekasi.
Praktis, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi itu seperti jalan sendiri dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebagaii calon kepala daerah yang diusung Partai Golkar.
Sementara, pascakepemimpinan Ade Puspitasari sebagai Ketua DPD Golkar Kota Bekasi, kegiatan partai berlambang pohon beringin itu nyaris lumpuh.
Maklum saja, Ade merupakan politisi prematur yang dipaksakan oleh orang taunya (Pepen) yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota, namun sayangnya meski Ade lolos masuk menjadi anggota DPRD Jabar itu tidak membawa Golkar ke arah yang lebih baik.
Salah satu pengurus Partai Golkar yang enggan disebutkan identitasnya mengungkapkan, bahwa keberadaan kepengurusan Partai Golkar Kota Bekasi pasca Rahmat Effendi (Pepen) menghadapi maslah hukum, kondisinya sangat memperihatinkan.
“Jangankan berbicara memenangkan pasangan Uu-Nurul, pola komunikasi di internal DPD Golkar Kota Bekasi saja saat ini sudah amburadul. Jadi saat ini, kami sebagai kader lebih baik diam. Bahkan sebaliknya, ada juga kader yang menyeberang untuk menjadi relawan pasangan paslon nomor urut satu dan tiga,” ujarnya, Selasa (22/10/2024).
Kondisi ini, kata dia, diperparah dengan cakada yang diusung Golkar tidak mampu menjalin komunikasi dengan baik. Hal itu diduga lantaran Uu merupakan mantan birokrat yang tradisinya ingin dilayani.
“Saya sebagai kader Golkar jujur saja bingung dengan keputusan DPP yang merekomendasikan Uu untuk maju sebagai cakada. Padahal hasil survei internal saat itu jeblok. Nah dari sini timbul pertanyaan landasannya apa sehingga Uu bisa mendapatkan rekom,” ucapnya.
Bukankah saat itu banyak kader Golkar yang menyatakan siap untuk maju sebagai cakada dari Golkar. Sebut saja, Nofel Salah Hilabi, Faisal, Ikhsan Nurjamil dan beberapa kader lainnya yang dinilai potensial.
“Dalam kaitan ini DPP juga harus bertanggung jawab jika elektabilitas Uu hingga saat ini di posisi buncit, kenapa mendorong orang yang tak memiliki kompetensi apalagi (Uu) bukan kader. Belum lagi soal dana kampanye belum siap dan hingga saat ini masih mencari donatur. Jadi ini sangat konyol,” tukasnya.
Untuk itu, dirinya mendesak kepada DPD Golkar Jabar dan DPP Golkar segera mengevaluasi kepemimpinan Ade Puspitasari sebagai ketua DPD Golkar Kota Bekasi.
“Kita memiliki delapan kursi di DPRD Kota Bekasi, tapi faktanya Golkar Kota Bekasi seperti partai gurem. Jika ini dibiarkan maka jangan harap pada pileg 2029 Golkar Kota Bekasi akan eksis,” ucapnya.
Terlebih dengan Ketum Golkar saat ini yang dinilai hanya sebagai ‘boneka’. Oleh karena itu pihaknya berharap para senior Golkar di DPP yang masih memiliki integritas agar segera turun gunung sebelum Golkar makin hancur.
Menanggapi sengkarut politik di internal DPD Golkar Kota Bekasi, pengamat kebijakan publik, Agus Gunawan menilai bahwa persoalan Golkar Kota Bekasi merupakan dampak dari polemik suksesi kepemimpinan Ketum Golkar yang dinilai penuh kontroversi.
“Golkar merupakan partai nomer dua dalam perolehan kursi di DPR yakni 102 kursi. Tapi ironisnya mudah sekali diintervensi oleh penguasa. Hal itu terbukti dengan diangkatnya Bahlil Lahadalia sebagai Ketum. Padahal masih banyak kader potensial yang pantas memimpin partai sebesar ini,” kata Agus.
Dia pun menilai bukan hanya di Kota Bekasi saja yang berbicara soal amburadulnya Golkar pascapergantian Ketum.
“Coba kita lihat seperti di Bogor, Jaro Ade yang sebelumnya berdasarkan hasil survei mengungguli calon lainnya, tapi setelah Ketum Golkar diganti justru Jaro malah jadi wakil Rudi (politisi Gerindra) yang elektabilitasnya di bawah Jaro Ade,” katanya.
Kemudian di Kabupaten Bekasi, padahal calon potensial adalah H.Marjuki. Selain kader dan Ketua DPD, Marjuki dinilai memiliki logistik yang memadai.
“Tapi realitanya hari ini Marjuki tersingkir oleh Dani Ramdan. Begitulah kondisi partai Golkar saat ini. Mungkin ini karena pengaruh intervensi “Raja Jawa” sebagaimana yang pernah disampaikan Bahlil,” pungkasnya.**