JAKARTA, Harnasnews – Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap anggota Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memicu reaksi serius dari Komisi IX DPR RI. Hal ini terungkap dalam audiensi antara Komisi IX dan para anggota KTKI yang berlangsung di Gedung Parlemen pada Senin (28/10/2024).
Juru Bicara KTKI, Rachma Fitriati, menjelaskan bahwa pemberitahuan PHK dilakukan secara sepihak tanpa peringatan, padahal masa tugas anggota seharusnya berlangsung hingga tahun 2027. “Kami sudah berusaha melakukan pendekatan dan protes keras kepada Kemenkes, namun tidak ada tanggapan. Nyatanya, pimpinan Konsil Kesehatan Indonesia yang baru tetap dilantik,” ungkap Rachma di hadapan para legislator.
PHK massal oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ini memunculkan persoalan serius terkait pelanggaran hak asasi manusia. Anggota KTKI, yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk ASN dan tenaga kesehatan, diberhentikan tanpa proses transparan dan mitigasi yang memadai.
Keputusan ini merujuk pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 69/M/2024, yang tidak mempertimbangkan Keppres Nomor 31/M/2022, yang menetapkan masa jabatan anggota KTKI selama lima tahun. Dampak dari PHK ini sangat berat bagi banyak anggota, terutama perempuan, yang menjadi tulang punggung keluarga.
Salah satu korban, Tri Moedji, anggota KTKI dari Konsil Keteknisian Medis, kini harus beralih profesi menjadi driver taksi online untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sebagai seorang single parent, Tri harus berjuang menafkahi dirinya dan kakaknya yang menderita komplikasi kesehatan.
Nasib serupa dialami oleh Akhsin Munawar dan Acep Effendi, yang memilih pensiun dini setelah mendapat kepastian masa jabatan lima tahun dan menggunakan Keppres tersebut untuk mengajukan cicilan rumah. Kini, mereka terpaksa menghadapi ketidakpastian dalam membayar cicilan karena keputusan mendadak tersebut.
Belum lagi, Anggota KTKI yang telah menyekolahkan anaknya di Fakultas Kedokteran, yang tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Karena faktor usia, tentunya tidak mudah mencari pekerjaan secara mendadak, apalagi pekerjaan itu sudah permanen ditinggalkan karena pertimbangan lima tahun menjadi Pejabat Negara di KTKI. Acep Effendi menyoroti bahwa kebijakan Menkes, yang seharusnya melindungi tenaga kesehatan, justru sebaliknya malah merugikan nakes KTKI sebagai lembaga independen.
Menanggapi situasi ini, anggota Komisi IX Kurniasih Mufidayati mengungkapkan kebanggaannya terhadap anggota KTKI yang memilih mendedikasikan diri untuk kemajuan kesehatan Indonesia. “Saya bangga dengan kawan-kawan KTKI. Mereka rela meninggalkan pekerjaan lama untuk memajukan kesehatan, tetapi malah diperlakukan tidak adil oleh pemerintah,” ujar Kurniasih.
Kurniasih berjanji untuk mengusut tuntas persoalan ini dengan memanggil Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan pemutusan hubungan kerja sepihak. “Kami akan mendengarkan penjelasan dari Menteri Kesehatan dan mencari solusi atas masalah ini,” tandasnya. (Hds)