PMI Bali Kenalkan Aksi Antisipasi Pendekatan Baru Tingkatkan Kesiapsiagaan Bencana

Kepala Divisi Penanggulangan Bencana, Relawan dan Diklat PMI Provinsi Bali, I Ketut Suardana

BALI,ikagawanews.id – Sebagai supermarket bencana, Bali menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kerentananan tinggi terhadap bencana alam. Dalam Kajian Risiko Bencana Provinsi Bali 2023-2027, ada 14 potensi ancaman bencana di Bali, diantaranya gempa bumi, tsunami, gunung berapi, banjir, tanah longsor, dan kekeringan.

Pada awal Desember 2024 sendiri, Bali juga telah mengalami bencana hidrometeorologi yang mengakibatkan kerugian material dan korban jiwa seperti kejadian angin puting beliung di Kabupaten Jembrana dan pohon tumbang di Monkey Forest, Ubud.

Berlatar belakang dari kerentanan dan ancaman yang ada, PMI Provinsi Bali melaksanakan kegiatan Sosialisasi dan Penguatan Kesiapsiagaan Bencana melalui Anticipatory Action (AA) bagi PMI dan Stakeholder se-Bali.

Kegiatan dilaksanakan pada 19-20 Desember 2024 bertempat di Grand Palace Hotel Sanur. Kegiatan melibatkan sekitar 100 orang yang terdiri dari perwakilan PMI dan Stakeholder se-Bali dan secara langsung difaasilitasi oleh Narasumber dari BMKG Wilayah III, BPBD Provinsi Bali dan PMI Provinsi Bali.

Melalui Program SIAP SIAGA, PMI Provinsi Bali didukung oleh PMI Pusat dan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah berupaya untuk memperkenalkan Aksi Antisipasi (AA) sebagai upaya meningkatkan kesiapsiagaan bencana.

Program SIAP SIAGA sendiri merupakan program kerja sama Australia-Indonesia Partnership in Disaster Risk Management (AIPDRM) melalui Australian Departement of Foreign Affairs and Trade (DFAT) untuk memperkuat pengelolaan risiko bencana di Indonesia dan keterlibatan antara Australia dan Indonesia.

Saat ini pun, Provinsi Bali juga Tengah menghadapi kondisi cuaca dan iklim yang terus berubah. Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III dalam sosialisasinya dalam kegiatan Aksi Antisipasi menjelaskan perubahan iklim ini telah menyebabkan berbagai kejadian cuaca ekstrem seperti gelombang panas, curah hujan lebat, dan kekeringan.

Dalam proyeksinya, BBMKG Wilayah III juga menjelaskan perubahan iklim Indonesia ke depan pada musim hujan akan cenderung lebih basah dan musim kemarau akan semakin kering. Kondisi ini akan membuat kerentanan di Bali terhadap bencana semakin tinggi dan risiko bencana pun semakin meningkat sehingga perlu dilakukan kesiapsiagaan bencana untuk mengurangi dampak dan melindungi masyarakat.

Kepala Divisi Penanggulangan Bencana, Relawan dan Diklat PMI Provinsi Bali, I Ketut Suardana menjelaskan Aksi Antisipasi 9AA) merupakan tindakan sebelum bahaya yang diperkirakan terjadi untuk mencegah atau mengurangi dampak kemanusiaan yang akut sebelum dampak tersebut benar-benar terjadi, dengan kata lain aksi antisipasi berada sebelum bencana dan setelah kesiapsiagaan.

AA memerlukan rencana yang telah disepakati sebelumnya melalui identifikasi mitra dan kegiatan, informasi peringatan dini yang dapat diandalkan, serta pendanaan yang telah disepakati sebelumnya, yang dikeluarkan dengan cara yang dapat diprediksi dan cepat ketika poin pemicu yang disepakati tercapai atau terpenuhi.

Suardana juga menegaskan AA tidak sepenuhnya fase baru melainkan sebuah metode pendekatan kebencanaan. Adapun komponen inti AA antara lain, pemicu, aksi antisipasi, mekanisme pendanaan, serta monitoring, evaluasi, dan penyusunan bukti. AA sendiri dapat digunakan dalam berbagai bencana diantaranya angin topan, banjir, kekeringan, erupsi serta gelombang panas.

Dalam kontinum Penanggulangan Bencana di Indonesia sendiri, AA telah diatur dalam PP No.21/2008 Pasal 19 Ayat 1 dan Ayat 4. Kepala UPTD Pengendalian Bencana Daerah BPBD Provinsi Bali, I Wayan Suryawan, S.STP., M.A.P. menjelaskan, penerapan AA memiliki prinsip untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dengan memahami risiko bencana dan peran mereka dalam upaya pencegahan dan mitigasi.

Selain itu, prinsip AA juga harus melibatkan pemangku kepentingan, seperti pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan lembaga non-pemerintah, dalam merumuskan dan menjalankan aksi antisipasi. Pengambilan keputusan dan langkah aksi antisipasi juga harus berdasarkan data dan informasi terkini tentang potensi bencana, risiko, dan kerentanan wilayah. Aksi antisipasi harus terintegrasi dengan program pembangunan dan pengembangan wilayah, sehingga dapat meminimalkan risiko bencana dan meningkatkan ketahanan masyarakat.

Melihat pentingnya AA, PMI Provinsi Bali terus mensosialisasikan Aksi Antisipasi ini untuk sumber daya di PMI dan juga lintas sektoral se-Bali. Dengan menerapkan AA sebagai rangkaian dalam proses linimasa bencana, diharapkan dapat mengurangi dampak kemanusiaan dan biaya respon. Selain itu, diharapkan penerapannya juga dapat melaksanakan pemberian bantuan yang lebih bermartabat, dan melindungi kemajuan pembangunan.(cvs)

Leave A Reply

Your email address will not be published.