
JAKARTA, Harnasnews – Setidaknya ada empat pelanggaran dalam pemberian gelar doktor Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Dua di antaranya, konflik kepentingan dan perlakuan khusus dalam proses akademik.
Hal tersebut terungkap berdasarkan sidang etik yang dilakukan oleh Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI).
Menanggapi hasil sidang etik terhadap pemberian gelar doktor kepada Bahlil Lahadalia, pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES) Edi Subkhan menyebut bahwa Ketua Umum Partai Golkar itu memberikan contoh buruk seorang politisi dan pejabat publik.
“Ini tentu jadi preseden buruk bagi seorang penyelenggara negara, apalagi seorang menteri yang sekarang menjabat. Bukan satu hal yang bisa dibanggakan, bahkan jadi contoh buruk bagi para praktisi, politisi,” kata Edi saat sebagaimana dilansir dari inilah.com, Jumat (28/2/2025).
Edi menilai temuan DGB UI tersebut juga menunjukan Bahlil mendapatkan perlakuan istimewa, sebagaimana kecurigaan publik selama ini.
“Hal ini juga memengaruhi ke siapapun yang hendak studi lanjut di perguruan tinggi. Karena telah menggunakan posisi yang ia miliki untuk memperlancar studinya,” ujarnya.
Sebelumnya, kasus gelar doktor Bahlil Lahadalia bermula dari dugaan plagiarisme, penggunaan jurnal predator, dan durasi studi yang dinilai tidak wajar.
Dalam dokumen risalah rapat pleno DGB UI tertanggal 10 Januari 2025, tertulis bahwa DGB UI telah melalukan investigasi mendalam dengan penuh kehati-hatian.
DGB UI juga mewawancarai berbagai pihak, termasuk pelapor, terlapor, saksi, serta pejabat akademik terkait. Hasilnya ditemukan empat pelanggaran oleh Bahlil.
Pertama, ketidakjujuran dalam pengambilan data. Disebutkan data penelitian disertasi diperoleh tanpa izin narasumber dan tidak transparan dalam penggunaannya.
Kedua, pelanggaran standar akademik, Bahlil diterima dan lulus dalam waktu singkat tanpa memenuhi syarat akademik yang ditetapkan.
Ketiga, perlakuan khusus dalam proses akademik. Disebut Bahlil mendapat keistimewaan mulai dari
pembimbingan hingga kelulusan, termasuk perubahan penguji secara mendadak.
Dan keempat, ada konflik kepentingan. Dijelaskan promotor dan kopromotor memiliki keterkaitan profesional dengan kebijakan yang diatur Bahlil saat menjabat sebagai pejabat negara.
Atas temuan ini, DGB UI memberikan sanksi pembatalan disertasi dan wajib menulis ulang dengan topik baru sesuai standar akademik UI.
Turut juga ada teguran keras, larangan mengajar hingga penundaan kenaikan pangkat bagi promotor, kopromotor dan pimpinan program studi.
Dalam poin implikasi dan langkah lanjutan, surat itu menuliskan bahwa kasus gelar doktor Bahlil telah mencoreng reputasi kampus. Diharapkan Rektor UI menindaklanjuti rekomendasi sanksi.