IAW Minta Audit Eksternal, Ramalan BMKG Kerap Kebobolan

JAKARTA, Harnasnews – Di tengah perubahan iklim yang kian ekstrem, peran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) seharusnya menjadi tumpuan informasi akurat bagi sektor pertanian, transportasi, hingga mitigasi bencana. Tapi, bagaimana jika lembaga pemantau cuaca justru menjadi ‘penguasa tunggal’ yang tak tersentuh pengawasan?

Menyoroti persoalan tersebut, Indonesian Audit Watch (IAW) meminta agar BMKG tidak otoriter. Di era siber, pemerintah harus menyempurnakan peran BMKG agar lebih akurat dan transparan, bukan mempertahankan kekuasaan mutlaknya.

Pernyataan itu diungkapkan sekjen pendiri IAW Iskandar Sitorus menanggapi peran BMKG sebagai regulator, eksekutor, dan verifikator hasil kerjanya sendiri. Sementara publik mempertanyakan objektivitasnya.

BMKG dari Lembaga Pengamat Jadi Penguasa Cuaca

Sejak berdiri sebagai Magnetisch en Meteorologisch Observatorium di Batavia pada 1866, BMKG terus berevolusi. Perubahan besar terjadi melalui Perpres No. 61 Tahun 2008 dan UU No. 31 Tahun 2009 yang memperkuat otoritasnya.

Kini, Perpres No. 12 Tahun 2024 dan Peraturan BMKG No. 2 Tahun 2025 memberi BMKG kendali penuh dalam modifikasi cuaca dari mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga verifikasi hasil. BMKG punya dua direktorat utama:

Direktorat Tata Kelola Modifikasi Cuaca yang bertugas menyusun kebijakan teknis dan Direktorat Operasional Modifikasi Cuaca yang bertanggung jawab di lapangan.

Masalahnya? BMKG juga menjadi pihak yang menilai keberhasilannya sendiri.

Antara Klaim Sukses Dan Fakta Di Lapangan

Iskandar menilai BMKG sering mengklaim sukses dalam modifikasi cuaca. Tapi kenyataan berkata lain.

Berikut catatan IAW dalam beberapa kasus besar jadi bukti bahwa kinerja BMKG perlu dievaluasi secara menyeluruh:

  1. Banjir Jabodetabek 2020
    BMKG memprediksi hujan “sedang hingga lebat”, tapi yang terjadi hujan ekstrem melumpuhkan Jakarta, menelan korban jiwa, dan menimbulkan kerugian triliunan rupiah.
  2. Gagal panen Jawa Timur 2023
    BMKG memprediksi curah hujan normal, nyatanya kemarau panjang datang lebih awal. Ribuan hektare sawah mengering, petani merugi hingga Rp1,2 triliun.
  3. Kegagalan modifikasi cuaca di IKN 2024 BMKG bekerja sama dengan BNPB untuk menahan hujan demi kelancaran proyek Ibu Kota Nusantara. Hasilnya? Hujan deras tetap mengguyur, banjir melanda area pembangunan.

“Siapa yang mengevaluasi kegagalan ini? Lagi-lagi, BMKG menilai dirinya sendiri,” kata Iskandar.

IAW Desak BMKG Harus Diaudit Eksternal

Indonesian Audit Watch menegaskan, reformasi BMKG bukan lagi kebutuhan, ini keharusan!

Menurut Iskandar Sitorus, ada beberapa langkah konkret yang harus segera diambil:

Leave A Reply

Your email address will not be published.