
SUMBAWA, Harnasnews – Pemerintah Kabupaten Sumbawa menyatakan kesiapannya mendukung penuh program nasional swasembada garam melalui ekspansi budidaya dan peningkatan kualitas produksi.
Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumbawa, Dr. Budi Prasertiyo S.Sos., M.AP saat mendampingi Bupati Sumbawa menggelar pertemuan dengan jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Aula Sekda, Rabu, 30 April 2025.
Sekda menegaskan bahwa Sumbawa tak hanya siap dari sisi geografis, tetapi juga dari aspek kelembagaan dan sosial masyarakat.
“Kawasan prioritas pengembangan perikanan dan kelautan kita sudah mengarah ke wilayah budidaya seperti rumput laut dan akuakultur udang. Setiap hari investor masuk.
Untuk garam, tinggal bagaimana kita tata dengan baik dan siap jadi model nasional,” katanya.
Sementara Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbawa, Rahmat Hidayat, S.Pi., MT menyebutkan bahwa saat ini Pemkab tengah menyiapkan lahan di Desa Plampang seluas 506 hektare untuk program intensifikasi dan ekstensifikasi budidaya garam.
Ini dilakukan karena lahan di Desa Labuhan Bontong Kecamatan Tarano Kabupaten Sumbawa, sentra garam terbesar saat ini, sudah hampir tak bisa dikembangkan lebih lanjut.
“Labuhan Bontong masih jadi lokasi produksi terbesar, namun harganya rendah. Harga pernah jatuh hingga Rp 100–200/kg.
Sementara di Plampang sudah bisa mencapai Rp 1.200/kg, bahkan produksinya menyentuh 100 ton per hektar karena dikelola lebih intensif,” jelasnya.
Meskipun produksi garam di Sumbawa tinggi, harga di tingkat petani sering kali anjlok. Penyebab utamanya adalah masuknya garam impor saat masa panen.
“Ini jadi tantangan. Masyarakat bisa hasilkan garam kualitas tinggi, bahkan NaCl di atas 92%. Tapi mereka ragu, karena takut tidak ada jaminan harga,” ujar Rahmat.
Kondisi ini diperparah oleh model produksi yang masih tradisional di beberapa lokasi. Meski pemerintah daerah telah melakukan pelatihan hingga ke luar daerah, para petani sering kali kembali pada metode lama karena minimnya jaminan pasar.
Pemkab Sumbawa berharap, jika program swasembada garam ingin sukses, maka pemerintah pusat harus memperhitungkan dampak impor terhadap harga lokal.
“Kalau impor bisa dibatasi secara tegas, maka garam rakyat akan punya nilai ekonomi lebih tinggi. Kami siap, tapi butuh dukungan penuh dari KKP,” tegas Rahmat.
Saat ini, koperasi garam di Labuhan Kuris sudah bisa membeli garam petani hingga Rp 1.650/kg dan mengolahnya menjadi garam kemasan ber-SNI yang dijual hingga Rp 7.000/kg. Ini menunjukkan bahwa dengan pengolahan yang tepat, nilai tambah bisa meningkat drastis.
Sumbawa menargetkan menjadi salah satu sentra garam nasional di bawah program besar swasembada garam KKP. Dengan lahan yang luas, komitmen pemerintah daerah, dan potensi kualitas produksi tinggi, Sumbawa dinilai layak menjadi lokasi modeling nasional bersama satu wilayah lain di Indonesia Timur.(Herman)