“Santri Bicara ” KSP Mendengar di Ponpes Nurul Haramain Nahdlatul Wathon Mataram
Mataram,Harnasnews.Com –
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengaku terkagum-kagum dengan kehidupan, filosofi, motto, dan sistem pengembangan pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Haramain, Narmada, Mataram, ketika ia mengunjungi pondok tersebut, Jumat, 9 Maret 2018.
Hal itu disampaikannya di hadapan lebih dari lima ribu santri pondok pesantren yang telah menungguinya sejak selepas sholat Jumat. Moeldoko mendapatkan penjelasan panjang lebar dari pengasuh pondok Tuan Guru Haji Hasanain Juaini tentang bagaimana sistem pendidikan di pondok ini dikembangkan, untuk melatih anak-anak siap menghadapi kehidupan yang mengglobal. “Mereka kita didik, kita ajari, supaya apa yang mereka kuasai kompatibel dengan globalisasi,” ujar TGH Hasanain.
Salah satu bentuk kompatibilitas dengan dunia global adalah, santri-santri yang sudah memenuhi syarat diharuskan juga memiliki paspor, sehingga mereka sudah siap menjadi penduduk global. Ponpes Nurul Haramain ini juga menjadi salah satu pelopor Ujian Nasional Berbasis Komputer.
“Sebelum diterapkan secara nasional, kami yang lebih dahulu memulainya pada tahun 2000,” ujar Tuan Guru. Jauh sebelum orang bicara tentang perpustakaan digital, pondok pesantren ini sudah mendigitalisasikan buku-buku yang mereka punyai. “Kami scan satu per satu. Pada waktu itu jumlahnya sekitar 58 ribu judul buku,” terang penerima Ramon Magsaysay Award tahun 2011 itu.
Berwawasan Lingkungan
“Di sini, anak-anak juga kita ajari untuk mengolah sampah sendiri. Tiap bulan, sampah-sampah ini juga menghasilkan uang, sehingga dari sampah ini, biaya untuk membayar tenaga pengolah sampah dapat tertutupi,” jelas Tuan Guru. Anak-anak juga diajar mandiri, mengemudi mobil, berkebun, karena semua lulusan pondok ini disiapkan untuk menjawab tantangan dunia. Istilahnya, “Nurul Haramain for the world.” Mereka juga memiliki stasiun radio sendiri, yang dikelola oleh para santri.
Ketika pondok pesantren ini akan dianugerahi sebagai pondok pesantren berwawasan lingkungan, Tuan Guru menolaknya. “Karena seharusnya semua pondok harus berwawasan lingkungan, harus peduli kepada alam,” kata Tuan Guru.
Dengan jumlah santri lebih dari 10 ribu siswa yang tinggal dalam asrama, dapat dibayangkan bagaimana manajemen pondok ini dikelola. Tanpa pemanfaatan teknologi, sudah pasti manajemennya akan ruwet.
Sebelumnya, dalam sholat Jumat di Masjid Nurul Mu’min, Lembuak, Narmada, Moeldoko menyampaikan bahwa masjid dan pesantren dapat menjadi pusat pemberdayaan bagi masyarakat, selain sebagai tempat ibadah. “Masjid bukanlah tempat yang tepat untuk membangun faksi-faksi dan memperjuangkan kepentingan politik praktis,” kata Moeldoko.
Ia pun punya catatan baik tentang masjid di seluruh NTB, yang menurut data yang dipunyainya berjumlah 5.371 buah. “NTB ini dikaruniai oleh Tuhan potensi alam yang luar biasa, sehingga kita harus bisa menjaga dan memanfaatkannya dengan baik untuk kepentingan masyarakat luas. Saya datang ke NTB ini, salah satunya untuk mengawal program strategis nasional, memeriksa apakah ada yang kurang atau ada yang dibutuhkan koordinasi lebih jauh. Apakah ada program yang memerlukan percepatan, sekaligus menampung masukan-masukan, kritik, dan usulan dari berbagai pihak,” kata Moeldoko.
Santri Bicara
Dalam dialog di pondok pesantren itu, Kepala Staf Kepresidenan antusias dalam menampung dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh para santri.
Ia juga memberikan gemblengan motivasi kepada anak-anak muda ini. “Sebagai anak muda, kalian harus bersifat optimis. Nanti tahun 2045, ketika negara ini berumur 100 tahun, nasibnya berada di tangan kalian.
Mudah-mudahan dari pondok pesantren ini, lahir banyak orang-orang besar, mulai dari bupati, gubernur, menteri, bahkan presiden,” kata mantan Panglima TNI tersebut.
Apa saja yang disampaikan dan/atau ditanyakan para santri di pondok tersebut, sebagian dapat diunduh di akun Twitter resmi Kantor Staf Presiden yakni @kspgoid, atau dapat dicari melalui tagar #santribicara.(Herman)