Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor Berkontribusi Besar di Jawa Tengah
JAWA TENGAH,Harnasnews.Com – Kementerian Perindustrian fokus memacu pengembangan industri manufaktur di Jawa Tengah berbasis pada sektor padat karya berorientasi ekspor. Misalnya, industri tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, serta furnitur, yang selama ini telah memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pertumbuhan manufaktur dan ekonomi nasional.
“Sektor-sektor tersebut memiliki kinerja yang cukup baik. Apalagi, adanya Kawasan Industri Kendal, kami terus aktif untuk menarik investasi masuk,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai berdialog dengan Mahasiswa Universitas Negeri Semarang, Jumat (6/4).
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, nilai investasi industri manufaktur pada tahun 2015 mencapai Rp10,7 triliun, dan ditargetkan naik 10 kali lipat menjadi Rp104,3 triliun di tahun 2035. Selain itu, penyerapan tenaga kerja juga diprediksi meningkat, dari 3,2 juta orang tahun 2015 menjadi 6,2 juta orang pada 2035.
Guna mewujudkannya, salah satu yang akan berperan penting, yaitu kontribusi dari perusahaan-perusahaan baru yang beroperasi di Kawasan Industri Kendal. Hingga Januari 2018, kawasan terintegrasi yang diresmikan sejak November 2016 itu, telah menarik sebanyak 39 investor yang berasal dari Indonesia, Singapura, Malaysia, China dan Jepang.
Kawasan tersebut ditargetkan akan menyerap potensi investasi hingga Rp200 triliun dan tenaga kerja sebanyak 500 ribu orang. Perusahaan-perusahaan yang telah berdiri di Kawasan Industri Kendal, antara lain sektor industri furnitur, makanan, kemasan makanan, baja, label printing, dan boneka.
Menperin juga mengungkapkan, Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang menjadi tujuan utama para investor menanamkan modalnya untuk perluasan usaha. “Misalnya saja, saya melihat di Boyolali, tingkat pengangguran di sana itu mendekati nol, karena ekspansi perusahaan-perusahaan yang begitu besar,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu, lanjut Airlangga, terjadi fenomena industri TPT di Jawa Barat merelokasi pabriknya ke daerah lain terutama ke Jawa Tengah. “Adanya ekspansi dan investasi baru, industri TPT di Boyolali mencari tenaga kerja lebih dari 5.000 orang,” imbuhnya.
Hal tersebut, memperlihatkan pula bahwa industri TPT nasional pada tahun 2017 mampu tumbuh 3,45 persen, melonjak tajam dibanding tahun sebelumnya yang minus satu persen. Sektor ini berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, antara lain melalui penyerapan tenaga kerja sebanyak 3,58 juta orang atau menyumbang 21,2 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur.
Selanjutnya, penghasil devisa negara yang signifikan dari nilai ekspor TPT sebesar USD 12,59 miliar atau 10,1 persen dari total ekspor manufaktur tahun 2017. Industri TPT juga menyumbang sekitar 1,07 persen terhadap PDB nasional, dan mencatatkan nilai investasi hingga Rp10,19 triliun pada tahun 2017.
Topang Industri TPT
Dengan potensi tersebut, Kemenperin telah menetapkan industri TPT sebagai salah satu sektor yang akan menjadi percontohan pada implementasi Industri 4.0 di Indonesia. Guna menopang daya saingnya, Kemenperin terus meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di sektor ini agar mampu menguasai perkembangan teknologi digital.
“Khusus untuk memasok tenaga kerja di industri TPT, kami memiliki Akademi Komunitas Tekstil Solo dan penyelenggaraan Diklat 3in1 (pelatihan, sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja) untuk operator mesin garmen,” tutur Menperin. Selain itu, Kemenperin gencar melaksanakan program pendidikan vokasi yang link and match antara industri dengan Sekolah Menengah Kejuruan di berbagai daerah.
“Pemerintah juga tengah membahas terkait perdagangan internasional, agar tarif bea masuk tekstil atau garmen kita bisa di-nol-kan oleh negara lain. Misalnya saja dengan Australia, kami menargetkan CEPA dengan Australia bisa selesai tahun ini. Kami yakin, kalau semua tarif sudah menjadi nol, ekspor tekstil atau garmen kita akan meningkat, dampak positifnya juga akan dirasakan di Jawa Tengah,” paparnya.
Di samping itu, Kemenperin fokus mengembangkan industri kecil dan menengah (IKM) di Jawa Tengah agar siap memasuki era Industri 4.0. Salah satu langkahnya adalah mendorong mereka memanfaatkan e-commerce untuk melakukan bisnis pada era digital saat ini. “Kami punya banyak pelatihan, contohnya workshop e-Smart IKM,” ungkapnya.
Menurut Airlangga, generasi milenial menjadi aset penting Indonesia ke depan dalam membangun sektor manufaktur agar semakin tumbuh dan berdaya saing global, seiring dengan bonus demografi yang akan diperoleh pada tahun 2020-2030. “Ada tiga pelajaran yang mutlak dikuasai oleh generasi milenal kita agar bisa bersaing di Industri 4.0, yakni Bahasa Inggris, Statistik, dan Koding,” tegasnya.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Dito Ganinduto yang turut serta Menperin melakukan kunjungan kerja di Semarang ini menyambut gembira peluncuran Peta Jalan Making Indonesia 4.0 yang diinisasi oleh Kemenperin dalam memasuki era Industri 4.0. “Jadi, roadmap ini menjadi angin segar bagi perbaikan kondisi industri manufaktur kita,” ujarnya.
Dia menilai, implementasi Industri 4.0 akan meningkatkan pengembangan sektor manufaktur dalam negeri. Misalnya untuk industri TPT, Indonesia perlu mengembangkan pakaian yang lebih spesifik untuk tujuan ekspor, seperti pakaian olahraga atau yang khas nusantara seperti batik. “Indonesia juga perlu meningkatkan keahlian tenaga kerjanya di industri TPT,” kata Dito.(Red/Dar)