Temuan Kasus Gizi Buruk di Purwakarta, “Tamparan Keras” Buat Dedi Mulyadi
PURWAKARTA,Harnasnews.Com – Keberhasilan Dedi Mulyadi saat memimpin Kabupaten Purwakarta ternyata hanya dilihat dari pengembangan budaya saja. Namun dari sisi lain masih terjadi ketimpangan ekonomi yang cukup tinggi.
Hal itu terbukti dengan ditemukannya kasus gizi buruk di daerah tersebut. Sontak saja publik dibuat tercengang. Karena pada setiap kesempatan mantan orang nomor satu di Purwakarta itu kerap mengumbar keberhasilannya dalam mengembangkan daerahnya.
“Entah apa yang menjadi barometer keberhasilan Dedi. Tapi yang jelas dengan ditemukanya kasus gizi buruk, merupakan sebuah tamparan bagi Dedi yang selama ini lebih menonjolkan pencitraan, dibanding berbicara fakta yang sesungguhnya,” ujar pengamat komunikasi politik, Dr.Adi Suparto kepada garudanews.id, Jumat, (11/5).
Adi mengatakan, keberhasilan seorang kepala daerah tidak bisa hanya diukur satu sisi. “Budaya memang perlu, dalam merekatkan kedaerahan itu sendiri. Namun yang terpenting adalah bagaimana masyarakat memiliki penghasilan yang layak. Seperti meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui sektor riel. Diantaranya dengan mengalokasikan anggaran kepada pelaku ekonomi mikro,” kata Adi.
Dengan kasus yang terjadi seperti adanya gizi buruk, lanjut Adi, Dedi Mulyadi dinilai gagal untuk mengakomodasi kepentingan budaya dan ekonomi.
Sebelumnya, Hasanudin (18) penderita gizi buruk di Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta. Akibat gizi buruk yang dideritanya, Hasanudin tidak bisa beraktivitas seperti remaja normal lainnya, karena hanya bisa beristirahat di atas kasur.
Penyakit ini pula yang membuat anak bungsu dari 4 bersaudara itu tak bisa melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMP. Belum lagi keterbatasan ekonomi yang membuat pengobatan Hasanudin pun semakin sulit.
“Ayah kerjanya mancing, ibu hanya seorang ibu rumah tangga. Kegiatan saya sehari-hari paling cuma tiduran saja,” tutur Hasanudin kepada Ridwan Kamil, Jumat (11/5/2018).
Kini Hasanudin dirawat di rumah pamannya, Bayu, di Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta. Menurut Bayu, langkah ini ditempuh agar akses pengobatan Hasanudin, lebih mudah.
“Ketahuannya kan baru dua atau tiga tahun yang lalu, cuma di sana berobat susah. Kalau mau ke Kota Purwakarta harus menghabiskan waktu 1,5 jam, itu pun pakai perahu dulu, kalau di sini kan lebih dekat (ke dokter),” kata dia.