Para Kontestan Diminta Turunkan Suhu Politik

Logo Partai Politik peserta Pemilu. (Ist)

JAKARTA ,Harnasnews.com  – Belum genap dua bulan kampanye Pilpres berlangsung, sudah tampak indikasi menghangatnya suhu politik, utamanya dikalangan para elit politik nasional. Sementara upaya menurunkan suhu politik belum muncul dari kedua kubu Paslon Pilpres. Saat ini kedua kubu seolah berada di seberang yang berbeda.

Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing, mengungkapkan Indikasi meningkatnya suhu politik jelas terlihat dari lontaran pesan komunikasi politik dari kedua kubu. Salah satu kubu, misalnya, menyampaikan rakyat Indonesia 99% hidup pas-pasan, harga-harga bahan pokok di pasar naik, tempe setipis ATM, chicken rice di Singapura lebih murah dibanding di Jakarta, dan janji pemerintah tidak ditepati disebut sebagai kebohongan.

Kubu lain seakan tidak mau ketinggalan “menembakkan peluru” komunikasi politik ke ruang publik yang boleh jadi sebagai respon dari kubu kawan bersaing dalam kontestasi Pilpres dengan mengatakan Politik Sontoloyo dan Politik Genderuwo.

“Berbalas “pantun” politik yang sedang terjadi saat ini, menurut saya, tidak boleh kita biarkan. Sesungguhnya, kampanye semacam itu bila terus dipelihara oleh para elit politik peserta kampanye Pilpres sangat berpotensi menimbulkan polarisasi dan gesekan sosial dan bahkan bisa memicu konflik horizontal di tengah masyarakat,,” ujar Emrus seperti dalam keterangan tertulisnya yang diterima garudanews.id, Kamis (15/11).

Untuk itu, bangsa ini harus sesegera mungkin memikirkan solusi dan secepatnya pula kita implementasikan. Terkait dengan hal tersebut ia menyarakan tiga pemikiran solutif mewujudkan Pemilu damai, bermutu yang diikat dengan kebersamaan kebangsaan Indonesia.

Pertama, menawarkan program bukan adu program. Adu program belum saatnya bisa kita lakukan dalam suatu kontestasi politik di tanah air.

“Sebab, menurut pengamatan saya, dalam kampanye Pilpres kali ini, dengan adu program masih cenderung para aktor politik berupaya keras melakukan pembenaran programnya tanpa sedikitpun mengemukakan sisi kekurangan dari programnya itu. Padahal, tidak ada program sempurna,” ungkapnya.

Di sisi lain, program yang ditawarkan oleh teman bersaing, selalu tidak benar. Upaya pembenaranpun dilakakan oleh aktor politik bahwa program kawan bersaing selalu salah. Padahal, sejelek apapun program, pasti ada sisi bagusnya.

“Melihat belum munculnya kedewasaan berpolitik oleh beberapa elit, (termasuk sentral), kita di Indonesia, masih lebih baik menawarkan program kepada masyarakat daripada adu program,” katanya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.