Tangkap Kapal Buronan  INTERNASIONAL MV NIKA, Menteri  Susi : Saatnya Penanganan  IUUF Dilakukan  Lintas Negara

BATAM,Harnasnews.com – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meninjau langsung kapal buronan internasional MV NIKA di Batam, Senin (15/7). MV NIKA merupakan kapal jumbo pelaku illegal fishing berukuran 750 GT yang berhasil ditangkap oleh Satuan Tugas (Satgas) 115 pada Jumat (12/7).

MV NIKA telah menjadi buruan INTERPOL sejak bulan Juni 2019. INTERPOL menduga, MV NIKA dimiliki oleh pemilik yang sama dengan kapal FV STS-50 yang telah berhasil ditangkap oleh Indonesia pada tahun 2018.

Proses penangkapan MV NIKA bermula saat Satgas 115 mendapatkan informasi dari INTERPOL bahwa kapal itu akan menuju Port Wei Hai, Tiongkok, dan diprediksi akan melewati ZEE Indonesia. Atas dasar dugaan pelanggaran tersebut, Pemerintah Panama selaku Negara Bendera (Flag State) MV NIKA telah mengirimkan permohonan resmi kepada Pemerintah Indonesia untuk dilakukan penghentian dan pemeriksaan (henrik) pada saat MV NIKA melewati ZEE Indonesia.

Selanjutnya, Kapal Pengawas (KP) ORCA 3 dan 2 melakukan henrik terhadap MV NIKA di ZEE Indonesia di Selat Malaka pada Jumat (12/7). Setelah dilaksanakan henrik, diketahui bahwa MV NIKA berbendara Panama. Kapal ini membawa 28 orang Anak Buah Kapal (ABK) yang terdiri dari 18 ABK asal Rusia dan 10 ABK asal Indonesia.

Berdasarkan laporan awal dari INTERPOL yang diterima oleh Satgas 115, MV NIKA diduga melakukan empat pelanggaran. Pertama, memalsukan certificate of registration di Panama yang menyatakan dirinya adalah General Cargo Vessel sementara MV NIKA diduga melakukan penangkatan dan/atau pengangkutan ikan. Kedua, melakukan penangkapan ikan tanpa izin dan/atau transhipment di zona 48.3 B yaitu di dalam wilayah The South Georgia and the South Sandwich Islands dan The Falklands Island (Islas Malvinas). Ketiga, menggunakan data AIS milik kapal lain yang bernama “JEWEL OF NIPPON” untuk mengaburkan identitas asli MV NIKA ketika memasuki wilayah Convention on the Conservation of Antarctic Marine Living Resources (CCAMLR) untuk menangkap ikan. Keempat, MV NIKA telah dikonfirmasi dimiliki oleh pemilik yang sama dengan pemilik FV STS-50 yaitu Marine Fisheries Co. Ltd.

Berdasarkan penelusuran oleh Satgas 115 dengan dibantu oleh INTERPOL, MV NIKA sudah mematikan AIS sejak sebelum memasuki ZEE Indonesia, yaitu terhitung sejak Sabtu (6/7). Selain itu, MV NIKA tidak mengibarkan bendera Panama maupun Indonesia pada saat memasuki wilayah Indonesia.

“Kemudian, berdasarkan pemeriksaan atas kapal tersebut di Selat Malaka, MV NIKA ditemukan tidak menyimpan alat tangkap di dalam palka, sehingga diduga kuat melakukan pelanggaran UU Perikanan Indonesia. Penyelidikan atas MV NIKA akan dilakukan oleh otoritas Indonesia atas dugaan pelanggaran UU Perikanan tersebut,” ujar Menteri Susi.

Sejumlah temuan mengonfirmasi dugaan bahwa kapal NIKA bukanlah kapal kargo melainkan kapal perikanan. Pertama, ditemukan umpan berupa ikan di dalam palka kapal. Kedua, terdapat Unit Pengolahan Ikan (UPI) di atas kapal NIKA. Ketiga, pemerintah Panama melalui surat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa kapal NIKA terdaftar sebagai general cargo ship sehingga tidak berhak untuk melakukan aktivitas perikanan baik penangkapan maupun pengangkutan ikan.

Dalam pemeriksaan MV NIKA, Indonesia memprakarsai pembentukan Multinational Investigation Support Team (MIST) yang terdiri atas beberapa negara dan organisasi internasional terkait yaitu Indonesia, Panama, INTERPOL, CCAMLR, Australia, dan Amerika Serikat yang akan hadir sebagai observer. MIST akan mendukung otoritas Indonesia dalam melalukan pemeriksaan MV NIKA di Batam, sesuai dengan keahlian negara dan organisasi internasional terkait.

“Ini adalah pertama kali Indonesia mengumpulkan dan membentuk MIST untuk menangani dugaan tindak pidana yang dapat kami golongkan sebagai kejahatan terorganisir yang bersifat lintas nasional (transnational organized fisheries crime),”¬ ujar Menteri Susi.

“Belajar dari kasus ini, saya mewakili pemerintah Indonesia meminta negara bendera (flag state) maupun flag of convenience untuk melakukan tindakan konkrit dalam menghukum pelaku illegal fishing yang telah menggunakan bendera negara bendera sebagai wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perikanan yang ilegal,” tambahnya.

Menteri Susi menambahkan, sudah saatnya kerjasama penanganan kasus dalam bentuk MIST pada kasus STS 50 dan NIKA yang dibentuk secara adhoc ini dijadikan model di berbagai negara di dunia untuk mengatasi transnational organized crimes dalam industri perikanan dengan kepemimpinan INTERPOL.

Saya meminta kepada negara-negara di dunia yang memiliki direct legal interest terhadap kejahatan lintas negara terorganisir, sudah saatnya untuk menerapkan pertanggungjawaban pidana korporasi/corporate criminal liability diterapkan seperti kasus Viking, STS 50 dan NIKA.

“Apabila pertanggungjawaban pidana korporasi tidak diterapkan, selama itu pula kelompok-kelompok pelaku illegal fishing ini tidak akan pernah jera,” tegas Menteri Susi.

Menurutnya, sudah saatnya peran INTERPOL diperkuat dengan memiliki dana yang lebih besar untuk memperkuat jaringan dengan negara-negara yang gigih memberantas kejahatan perikanan lintas negara ini, terutama untuk kualitas pertukaran informasi, asistensi investigasi dan pengembangan kapasitas.

Tak lupa, Menteri Susi menyampaikan apresiasinya kepada seluruh jajaran yang telah berhasil mempertahankan kedaulatan laut Indonesia sebagai masa depan bangsa.

“Saya ucapkan terima kasih kepada tim Satgas 115, pimpinan dan jajaran Ditjen PSDKP beserta kapal pengawas Orca 3 dan Orca 2, dan TNI AL serta INTERPOL, ahli dan enforcement officers dari berbagai negara. Selamat bekerja dalam menegakan hukum dan keadilan,” tandasnya.(Red/Ed)

Leave A Reply

Your email address will not be published.