SDM Industri Unggul Berperan Wujudkan Visi Indonesia Maju
JAKARTA,Harnasnews.com – Kementerian Perindustrian akan semakin gencar menjalankan berbagai program pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten sesuai kebutuhan dunia industri. Hal ini sejalan dengan program prioritas pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas SDM Indonesia yang berdaya saing agar dapat berkontribusi mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pembangunan SDM sebagai kunci keberhasilan dan kesuksesan Indonesia di masa depan. Apalagi, Indonesia sedang menikmati bonus demografi. Ini menjadi momentum yang baik sekaligus peluang dan kekuatan bagi kita untuk menuju visi Indonesia Maju,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai menjadi Inspektur Upacara pada Peringatan HUT Ke-74 RI di Kemenperin, Jakarta, Sabtu (17/8).
Tema HUT RI tahun ini adalah “SDM Unggul, Indonesia Maju”. Tema tersebut mengandung makna bahwa pembangunan SDM yang berkualitas dan unggul akan ikut mendukung lompatan kemajuan Indonesia, salah satunya peran dari SDM industri.
“SDM industri yang produktif, kreatif, inovatif, dan kompetitif, tentunya bisa berkontribusi besar dalam meningkatkan kinerja sektor manufaktur,” ungkap Menperin. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri masih memberikan kontribusi paling besar terhadap struktur produk domestik bruto (PDB) nasional pada triwulan II tahun 2019 dengan capaian 19,52% (y-on-y).
Oleh karena itu, hingga tahun 2020 nanti, Kemenperin telah menyiapkan program pelatihan industri berbasis kompetensi. Misalnya, pelaksanaan Diklat 3 in 1 (pelatihan, sertifikasi, dan penempatan) akan membidik sebanyak 35 ribu peserta. Selain itu, Kemenperin bakal memfasilitasi sertifikasi bagi 20 ribu tenaga kerja industri.
“Kemudian, untuk melanjutkan program pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang link and match dengan industri, kami menargetkan ke depannya bisa menjaring hingga 2.000 SMK atau 400 ribu siswa,” tutur Airlangga.
Sejak tahun 2017, Kemenperin telah meluncurkan pendidikan vokasi industri yang link and match antara SMK dengan industri di beberapa wilayah di Indonesia. Program tersebut telah melibatkan sebanyak 855 industri dan 2.612 SMK yang menghasilkan 4.997 perjanjian kerja sama.
“Ke depannya, kami juga tetap menjalankan program pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi menuju dual system di seluruh unit pendidikan di lingkungan Kemenperin. Ditargetkan bisa mencapai 7.000 siswa dan 13 ribu mahasiswa,” imbuhnya.
Hingga saat ini, Kemenperin memiliki unit pendidikan vokasi sebanyak sembilan SMK, 10 Politeknik, dan dua Akademi Komunitas. “Kami akan mereplikasikan ini secara nasional, karena lebih dari 90% lulusan kami terserap kerja di industri,” sebutnya.
Airlangga menyampaikan, pihaknya pun akan terus memfasilitasi pembangunan politeknik atau akademi komunitas, baik itu di kawasan industri maupun wilayah pusat pertumbuhan industri. Contohnya, yang kini sedang dibangun adalah Politeknik Petrokimia Cilegon, Banten.
“Politeknik tersebut akan mendukung dua industri petrokimia baru di sana, di antaranya dari Lotte Chemical yang investasinya mendekati USD4 miliar dan ekspansi Chandra Asri yang nilainya juga sekitar USD4 miliar. Jadi, ketika nanti mereka beroperasi, SDM kompeten sudah tersedia,” paparnya.
Bahkan, Kemenperin bakal lebih rajin mengajak pelaku industri agar berpartisipasi dalam mendorong pendirian politeknik. Upaya ini akan didukung melalui penerapan super tax deduction, yakni pemberian insentif bagi industri yang melakukan dan terlibat dalam program pendidikan vokasi.
“Insentif fiskal ini akan memberikan pengurangan penghasilan kena pajak bisa sampai 200% dari total biaya yang dikeluarkan perusahaan terhadap pelaksanaan program vokasinya,” terangnya.
Aturan insentif tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas PP No. 94 tahun 2010 tentang Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.
Menperin menambahkan, arah pembangunan ekonomi nasional ke depannya, akan berbasis pada inovasi, termasuk peran dan kontribusi dari sektor manufaktur. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menciptakan inovasi produk yang berdaya saing global.
“Dalam PP 45/2019 juga diberikan super tax deduction hingga 300%, yakni memberikan insentif bagi perusahaan yang menciptakan inovasi dari hasil litbangnya,” imbuhnya.
Bangun ekosistem industri
Sementara itu, Menteri Airlangga mengemukakan, pihaknya fokus untuk menjalankan program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0. Ini menjadi inisiatif untuk mewujudkan Indonesia masuk dalam 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.
Salah satu langkah strategis yang akan diakselerasi, yakni membangun ekosistem industri otomotif di Indonesia dalam upaya memproduksi kendaraan listrik. Hal ini sebagai implementasi Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
“Seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden Joko Widodo, kita sudah mulai membuka ruang untuk pengembangan mobil listrik di dalam negeri. Maka itu, kita perlu membangun eksosistem industrinya,” tegas Menperin.
Regulasi lainnya yang akan segera diterbitkan, yaitu revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
“Regulasi itu sudah difinalisasi. Jadi, sejalan dengan roadmap industri otomotif kita, termasuk dalam pengembangan mobil listrik. Apalagi, beberapa industri otomotif sudah berkomitmen untuk investasi. Minimal ada investasi USD4 miliar sampai tahun 2025,” ungkapnya. Airlangga optimistis, target ekspor mobil bisa menembus satu juta unit atau senilai USD30 miliar pada tahun 2025.
“Kita akan membuat produk otomotif yang kompetitif dan sesuai dengan selera pasar global, termasuk untuk kendaraan listrik,” ujarnya. Tidak hanya mendorong pengembangan mobil listrik, Kemenperin juga sedang melakukan uji coba pengembangan motor listrik.
“Kami melakukan percobaannya di Bandung, untuk mengetahui bisnis model yang cocok dalam upaya pengembangan motor listrik, karena berbeda dengan bisnis model mobil listrik. Di Bandung, kami telah melibatkan pihak univeritas dan minimarket. Nantinya, model baterai itu bisa dipertukarkan,” tuturnya.
Apabila studi itu sudah selesai, akan dilanjutkan lagi di DKI Jakarta dan Bali. “Kami sudah berbicara dengan Pemerintah Daerah Jakarta dan Bali untuk mencoba prototipe di dua kota tersebut,” imbuhnya.
Untuk mempercepat pengembangan kendaraan listrik di Indonesia, Kemenperin juga telah mendorong investasi di sektor industri baterainya. Sebab, baterai menjadi salah satu komponen yang vital pada kendaraan listrik.
“Kita sudah punya industri yang mengolah bahan bakunya dari nikel. Tinggal kita membuat baterai cell dan baterai pack. Untuk baterai pack sudah pasti dibuat di dalam negeri, karena itu menjadi bagian dari upaya pengembangan industri otomotif kita,” terangnya.
Kemenperin juga terus memacu hilirisasi industri, seperti peningkatan nilai tambah pada CPO. Ini terkait dengan target menghasilkan 100% biodiesel (B100). “Ini memungkinkan untuk diproduksi. Sebab, B100 ini nanti standardnya seperti Euro 4. Jadi, bisa dimanfaatkan untuk biodiesel, bio gasoline, dan bio avtur. Kalau semua ini kita kembangkan, maka permintaan domestik cukup untuk menyerap industri CPO kita,” tandasnya.(Red/Ed)