NU Mulai Kritik Pemerintahan Jokowi
JAKARTA,Harnasnews.com – Periode kedua era Pemerintahan Joko Widodo, ketimpangan ekonomi masih menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia. Bahkan, penguasaan kekayaan negara yang hanya dimiliki oleh sekelompok orang menjadi sorotan tajam sejumlah pihak.
Sementara itu, terkait dengan pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang akhir-akhir ini terus melambat, menjadi perhatian serius Nahdlatul Ulama (NU). Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dan pendukung utama pasangan Jokowi-Maruf Amin pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019 lalu, sepertinya sudah mulai merasakan kekecewaan terhadap Pemerintahan Jokowi.
Seperti pada pada pidato Peringatah Hari Lahir Ke-94 NU di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (31/1/2020) kemarin, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj kemabali melontrakan kritik keras pada pemerintah Indonesia yang tak kunjung berhasil memperpendek jarak ketimpangan ekonomi di Indonesia.
Pasalnya, hingga periode kedua pemerintahan presiden Jokowi saat ini, jarak ketimpangan perekonomian Indonesia antara yang kaya dan yang miskin masih jauh.
Menurutnya, saat ini, penguasaan kekayaan di Indonesia hanya dimiliki segelintir orang saja. Sementara itu, kelompok miskin di Indonesia yang sebagian merupakan warga NU berada dalam kondisi tidak berdaya.
“Kita semua tahu Solikin, Jumadi, Zulkifli, Madrais hanya jadi penonton, gigit jari,” katanya
Nama-nama yang diungkapkan Kiai Said merupakan nama umum bagi warga NU yang menjadi korban dari ketimpangan ekonomi yang makin lebar.
Dalam kesempatan ini, Kiai Said juga menganggap, pemerintah cenderung membiarkan kelompok miskin untuk bersaing dengan kelompok kaya atas nama ‘pasar bebas’, sehingga warga miskin NU semakin tidak berdaya.
Kiai said juga mengkritik perlakuan berbeda oleh perbankan terhadap kelompok kaya dan miskin.
“Pengusaha kecil dan menengah belum tentu diterima untuk mengajukan pinjaman uang ke pihak bank. Tapi, kalau konglomerat malahan banknya yang menawarkan,” kata Kiai Said.
Selain itu, Kiai Said juga mengkritisi persoalan korupsi yang kerap terjadi dalam skala besar seperti yang tengah terjadi di perusahaan asuransi Jiwasraya. Hal itu, kata Kiai Said menunjukkan betapa buruknya pengelolaan perekonomian di Indonesia.
Menurut Kiai Said, kondisi ketimpangan ekonomi dibiarkan tanpa perbaikan yang ‘radikal’, maka bisa jadi masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah.
Oleh karena itu, kata dia, NU berharap fenomena tersebut jangan sampai menimbulkan distrust di kalangan masyarakat
Meski demikian, menurut Kiai Said, pada dasarnya, NU tidak anti terhadap konglomerat. Justru NU mendukung konglomerat yang berpihak kepada masyarakat kecil, atau konglomerat yang berupaya mengkatrol pengusaha kecil menjadi menengah, yang menengah menjadi besar.
Kiai Said juga menyoroti sejumlah kenaikan barang yang dibebankan pada masyarakat seperti kenaikan iuran BPJS dan harga elpiji. (Mhd)