Surabaya,Harnasnews.com – Menyambut pilkada serentak dijawa timur,Kehadiran pemilih rasional diharapkan dapat terus meningkat dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang berintegritas.
Salah satu indikator dalam mengidentifikasi tingkat keberadaan pemilih rasional adalah praktik politik uang yang terjadi di seputar pilkada suatu daerah.
Terkait hal tersebut, Direktur Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya memaparkan hasil penelitiannya kepada Bawaslu Jatim, Rabu (8/7/2020). Satria menjelaskan hasil penelitian yang dilakukannya pada April 2020 lalu terhadap praktik politik uang, politik dinasti dan tantangannya menuju pilkada serentak 2020 pada 19 kabupaten/kota di Jawa Timur. “Kami menemukan potensi politik uang di seluruh wilayah yang menyelengarakan pemilihan kepala daerah di Jatim dengan hanya tujuh dari 19 Kabupaten / Kota dengan nilai 0,5” ujarnya.
Realitas di atas sesungguhnya menjadi iklim yang cukup menantang bagi demokrasi di Jatim. Hal ini karena perlu usaha bersama untuk membuat para peserta pemilihan kepala daerah untuk tidak lagi melakukan politik uang karena mayoritas. Setidaknya, hanya 1,87 persen yang bersedia menolak pemberian uang untuk pilkada. Namun, dari 98,13 persen responden yang mau menerima uang tersebut masih ada 66,5% responden yang tetap memilih berdasarkan hati nurani.
Komisioner Bawaslu Jatim Divisi Penanganan Pelanggaran M Ikhwanuddin mengatakan, informasi tersebut menjadi sesuatu yang berharga bagi penyelenggara, baik KPU maupun Bawaslu. Sebab, bagaimanapun juga Bawaslu khususnya memiliki perhatian yang tinggi terhadap realitas politik uang. “Karen politik uang selain menjadi bagian dari indeks kerawanan yang kami terbitkan, politik uang juga menjadi bagian dari ketentuan pidana yang harus ditegakkan bilamana ditemukan” tutur Ikhwanuddin. [PUL]