SUMBAWA,Harnasnews.com – Bawaslu Nusa Tenggara Barat sedang saat ini akan mengambil kesimpulan akhir dalam dugaan pelanggaran bersifat Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) di Pilkada Sumbawa yang dilakukan pasangan calon (paslon) nomor 4. Drs. H. Mahmud Abdullah – Dewi Novianty ( Mo- Novi).
Untuk itu pengamat hukum dari Universitas Samawa (Unsa) DR. Lahmuddin Zuhri berpendapat bahwa berbicara tentang TSM hal tersebut masuk dalam ranah administrasi. Menurut regulasi yang ada. Ada tiga kajian yang harus dilakukan/ ditemukan dan di persidangan adalah fakta hukum. Dalam hal ini fakta hukum yang dilakukan oleh termohon. Yang kedua fakta hukum ini dalam bentuk perbuatan hukum yang harus bisa dibuktikan dan dikorelasikan dengan aturan yang ada.
Dan yang ketiga dari fakta hukum jadi perbuatan hukum kemudian menjadi aturan kemudian hal tersebut harus dikoneksikan dengan doktrin dengan azas hukum yang ada. Artinya dari ketiga instrumen ini akan menjadi penentu tuntutan ada atau tidak adanya tsm.
http://Baca ini : Membedah Peluang Jarot-Muhlis dan Mo-Novi Di Keputusan BAWASLU NTB
“Yang pertama perbuatan hukumnya, konek tidak dengan aturan yang ada. Konek tidak dengan doktrin – doktrin hukum yang ada. Masing – masing pihak memiliki instrumen yang kuat untuk itu. Apakah bisa masuk dalam rana tsm atau tidak,”ungkapnya kepada wartawan media ini (7/1), kemarin.
Menurutnya, yang bisa dikatakan tsm itu adalah ada struktur yang terencanakan untuk dilakukan penyimpangan atau kejahatan pemilu. Dan hal tersebut bisa terjadi bisa dari paslon, bisa dari aparatur pemerintah bisa juga dari penyelenggara.
“Aparatur pemerintah ini bisa dari pusat hingga dari pemerintah daerah. Dan dengan struktur bisa juga paslon yang melakukannya dalam hal ini calon Bupati dan calon wakil Bupati bisa melakukan itu. Artinya apa terstruktur itu tidak harus bicara tentang ada sistimatika dari atas sampai bawah. Jika ini bisa dibuktikan bahwasannya paslon yang melakukan ini maka bisa diasumsikan ini adalah terstruktur dan bisa disebut juga kejahatan pemilu itu sudah pasti,”tandasnya.
Tambahnya, jika orang – perorangan melakukan tapi yang kemudian yang dikaji jika ini adalah tersruktur maka itulah analisa – analisa hukumnya menjadi penting.
“Boleh dikatakan sebuah perbuatan hukum itu adalah perbuatan yang terstruktur dan kemudian berbicara massif misalnya. Bahwa definisi massif itu adalah bisa mempengaruhi pemilih tidak harus sebarannya luas dan segala macam dan tidak ada hubungannya antara jumlah pemilih dengan jumlah suara yang diperoleh,”tukasnya.
Sambungnya, massif itu artinya bisa diartikan secara logis bahwa aktifitas – aktifitas yang dilakukan oleh paslon maupun tim sukses adalah bersifat dapat mempengaruhi pemilih untuk memilih paslon yang diusung.
“Jika ini massif dan terstruktur hal tersebut akan berdampak meluas. jika instrumen ini akan dijadikan analisa untuk memperkuat proses – proses yang akan dibedah nanti didalam persidangan, jika ada alat bukti yang berhubungan dengan itu baik saksi fakta maupun ahli dan alat – alat bukti lainnya seperti dokumen kemudian foto, rekaman dan segala macam ini akan menjadi penting untuk penguat untuk diputus oleh bawaslu nanti untuk diambil sebuah putusan hukum,”bebernya.
Masih menurut dekan Fakultas Hukum Unsa ini dirinya melihat bahwa komisioner bawaslu ntb orangnya independen, kapabilitasnya teruji. Artinya apa, karena pada tanggal 11 nanti akan ada putusan yang objektif nantinya yang diberikan oleh komisioner dalam memutus perkara tersebut.
“Keputusan yang obyektif ini juga apakah sudah benar melakukan analisa hukum yang ada karena obyektif ini belum juga benar menggunakan analisa hukum yang ada tetapi juga objektif tidak memihak dan segala macam. Jika berbicara memihak dan saya fikir ini relatif dan objektif. Cuman nanti analisa hukum yang bisa dijadikan dasar dalam memutuskan putusan itu. Dan saya tidak berani menyimpulkan bahwa benar atau akan salah yang terpenting adalah fakta – fakta yang ada dipersidangan itu penting untuk bisa diambil sebuah kesimpulan oleh bawaslu nantinya,”tutup Lahmuddin Zuhri.(Hermansyah)