Bima menambahkan, beberapa regulasi yang ada harus dikaji kembali, khususnya terkait dengan posisi strategis. Seperti Dishub, Pol PP, Damkar, dan lain sebagainya. Jadi outsourcing itu bukan terbatas pada petugas kebersihan, cleaning service, dan sebagainya, tetapi juga pada posisi lain. “Ini yg dimaksud regulasi yang barangkali bisa dikaji untuk bisa mengatasi persoalan yang ada,” katanya, dikutip dari republika.
Senada dengan Bima, Wali Kota Jambi Syarif Fasha menambahkan, pemerintah daerah membutuhkan waktu terkait penghapusan tenaga honorer. Menurutnya penghapusan honorer pada 2023, akan membuat ‘kiamat kecil’ bagi pemerintah daerah.
Fasha menyatakan, penghapusan harus dilakukan secara bertahap dengan ketentuan yang jelas. “Misalnya 2023 kita hapus 100, tapi kami harus merekrut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 100 juga,” ujar Fasha.
Kemudian, perekrutan PPPK harus mendahulukan honorer yang ada di daerah masing-masing. “Apabila sistem penggantian PPPK nanti dilaksanakan oleh APBD masing-masing pemerintah daerah, yang didahulukan adalah tenaga-tenaga honorer yang ada di daerah masing-masing. Jangan sampai masing-masing kota menganggarkan penggajian lewat APBD, tapi yang masuk tenaga PPPK yang berasal dari kabupaten kota di luar daerah tersebut. Perlu regulasi khusus,” katanya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo telah mengeluarkan surat edaran penghapusan tenaga honorer pada 28 November 2023. Surat edaran bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 itu telah diundangkan pada 31 Mei 2022.(qq)