Dikatakan LaNyalla, mekanisme penetapan kuota Solar Subsidi oleh BPH memang salah satunya mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Selain berdasarkan realisasi tahun sebelumnya. Tetapi juga memperhatikan usulan kebutuhan dari pemda.
“Saya tidak tahu, mengapa kuota Solar Subsidi malah diturunkan di saat Pandemi mulai declined. Apakah karena pemerintah tidak punya kemampuan anggaran? Ini yang belum terungkap. Alasan menurunkan kuota di tahun 2022,” imbuhnya.
Untuk itu, LaNyalla meminta Komite II DPD RI untuk memanggil BPH Migas agar menjelaskan alasan apa mereka menetapkan kuota Solar Subdisi tahun 2022 lebih sedikit dari tahun 2021.
Soal spekulasi adanya kebocoran Solar Subsidi ke industri sebenarnya tidak signifikan. Karena dari total dari kebutuhan nasional Solar, kebutuhan industri hanya di kisaran 2 persen. Sisanya 98 persen tersalurkan ke SPBU.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengungkapkan penyebab kelangkaan Solar Subsidi di sejumlah daerah akibat permintaan yang naik, sementara kuota tahun ini lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Menurut Nicke, terdapat kenaikan permintaan 10% karena meningkatnya aktivitas logistik. Namun, kuota solar lebih rendah 5% dibanding tahun 2021.
Nicke mengatakan, tahun ini kuota solar ditetapkan sebesar 14,09 juta kilo liter, namun dirinya memprediksi permintaan sebesar 16 juta kilo liter. (*)