Pemerintah Usulkan Nilai Ekonomi Karbon Masuk Dalam RUU EBET
JAKARTA, Harnasnews – Pemerintah menginisiasi usulan baru soal ketentuan nilai ekonomi karbon masuk dalam daftar inventaris masalah (DIM) pada Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam keterangannya di Jakarta, Selasa mengatakan usulan baru tersebut akan makin meyakinkan kepercayaan para investor energi bersih.
“Mengenai (mekanisme) perdagangan karbon pada Pasal 7B yang tadinya tidak ada dalam DIM sebagai usulan baru dari pemerintah,” kata Arifin saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Senin (20/11).
Arifin menjabarkan apabila beleid telah disepakati pemerintah dan legislatif, maka badan usaha dapat memperoleh insentif dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) pada kegiatan pengusahaan energi baru dan energi terbarukan dan/atau kegiatan konservasi energi yang dilakukan oleh badan usaha.
Upaya pengurangan emisi GRK tersebut, sambungnya, dapat menjadi bagian dari mekanisme perdagangan karbon melalui perdagangan emisi, pengimbangan (offset) emisi GRK, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Kami ingin menambahkan kata mekanisme perdagangan karbon,” jelas Menteri ESDM.
Arifin juga menegaskan mekanisme perdagangan karbon harus mempertimbangkan aturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
Ketentuan tersebut bakal berlaku serupa bila ada kegiatan investasi pengembangan EBET dan/atau kegiatan konservasi energi sebagai upaya pengurangan emisi GRK, yang bersumber dari pendanaan luar negeri dalam kerangka kerja sama antarpemerintah.
“Ini tambahan untuk pelengkap ketentuan nilai ekonomi karbon,” sebut Menteri Arifin.