“Kalau kita mengenali bahwa pandangan masyarakat ada spektrumnya, kita tidak gebyah uyah, tidak memasukkan satu orang ke dalam satu kategori besar yang berpotensi menimbulkan polarisasi,” katanya, dilansir dari antara.
Potensi konflik di antara masyarakat pun dapat diperkecil dengan tidak adanya polarisasi yang terlalu tajam di antara masyarakat.
Ia mencontohkan saat pemilihan umum (pemilu) 2019 masyarakat pendukung kedua capres terbagi ke kelompok yang disebut “cebong” dan “kampret” yang sering bertengkar.
“Kalau kamu tidak setuju sama saya, kamu dianggap cebong, dan sebaliknya. Ini akan membentuk polarisasi, padahal pendapat pendukung seorang capres pasti bervariasi. Semakin kita lihat spektrum atau variasi itu, kita akan semakin bisa mencari jalan tengah,” terangnya. (sls)