ZP mengaku bahwa saat di tahanan merasa tertekan. Selain itu, pada saat itu juga ia mengaku kasihan kepada NDN. Dan saat orang tua NDN menawarkan pernikahan terhadap ZP karana dari keempat orang yang ditahan itu hanya dirinya yang masih lajang. “Saya sendiri yang belum menikah di antara terlapor lainnya, akhirnya saya menyanggupi untuk menikah NDN. Namun, lagi-lagi karena saya mau menikahi NDN dijadikan dalih kembali bahwa saya dianggap telah melakukan perbuatan asusila dengan NDN,” ulasnya.
Lanjut ZP pada 3 Maret 2020 ia menandatangani surat perdamaian, dan tanggal 5 Maret 2020 ia dan kawan-kawannya dibebaskan dari sel tahanan Polresta Bogor. Kemudian pada 13 Maret 2020 ZP pun menikahi NDN di KUA Cilandak. Setelah menikah, orang tua NDN (WL) meminta dirinya dan NDN untuk tidak menjalani hidup bersama layaknya pasangan suami-istri, dan tetap di rumah masing-masing dan keluarga.
“Saya diminta untuk melakukan lamaran dan mengadakan pesta pernikahan terlebih dahulu, kata orang tua NDN hal ini dengan dalih untuk menutupi aib keluarganya. Hari itu juga selesai akad nikah NDN kami ajak ke rumah keluarga saya namun sore hari NDN saya antar pulang ke rumahnya,” jelasnya.
Kemudian hari berikutnya tanggal 14 Maret 2020 ia dan keluarga mengunjungi kediaman NDN untuk melakukan lamaran sesuai permintaan orang tua NDN (WL). Selanjutnya ZP pun kembali menjalankan aktifitasnya seperti biasa, dengan kondisi tidak satu rumah dengan NDN. Menurut dia sejak awal menikah hingga saat iniia tidak pernah bercampur selayaknya suami isteri. Rencana pesta pun tidak berlanjut. bahkan, ZP dan orang tua diminta datang ke rumah NDN untuk membicarakan pesta tetapi mereka semua pergi keluar kota dan rumah mereka terkunci.
Pada tanggal 11 Desember 2021 pihak NDN menyampaikan somasi pertamanya melalui pengacara, dilanjutkan somasi ke 2 (dua) dan ke 3 (tiga). Selanjutnya, pada tanggal 4 Januari 2022 Kakak NDN (RAI) membawa pengacara mendatangi kantor penasehat hukum. Bahwa mereka meminta agar dilakukan proses perceraian dengan syarat kompensasi berupa uang, di luar ketentuan resmi dari pengadilan agama, jika tidak menunaikannya maka mereka akan melaporkan kasus kembali bersama 6 (Enam) rekan-rekan pria lainnya ke pihak kepolisian, Komnas Perempuan, dan Kemenkop dan akan dipublikasikan di media. Akhirnya kedua keluarga melakukan mediasi namun tidak mencapai kesepakatan karena mereka meminta kompensasi yang tidak sanggup dipenuhi oleh ZP.
Terkait somasi mereka sebelumnya, bahwa pihak NDN minta untuk diproses cerai, maka pada tanggal 4 Agustus 2022, ZP menyampaikan permohonan izin cerai di Kemenkop UKM di mana ZP bekerja. Kemudian, tanggal 17 Oktober 2022 diadakan mediasi antara keluarga ZP dan keluarga NDN. Pada saat mediasi inilah ZP mengaku kian mengetahui maksud keluarga NDN sebenarnya, bahwa mereka tidak mau melanjutkan pernikahan, tapi meminta proses cerai dengan kompensasi uang, antara lain uang nafkah sebesar 2.500.000 x 27 bulan, memberikan ½ (setengah) gaji setelah perceraian sampai dengan NDN menikah kembali, biaya DP gedung resepsi, biaya menerima lamaran, biaya pengacara dan lain-lain, serta ZP dituduh penelantaran isteri.
“Saat itu tidak mencapai kesepakatan karena kami hanya sanggup memberikan kompensasi uang apabila sesuai dengan keputusan Pengadilan Agama. Buntut dari hal tersebut kami difitnah melalui media masa. Saya dikorbankan oleh pihak keluarga NDN yang meminta pertanggungan “seseorang” yang mau menikahi kemudian menuduh penelantaran istri,” katanya.
Menurutnya pada 29 September 2022, sebelum mediasi perceraian, ZP dikenakan hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah. Namun, setelah mediasi tidak mencapai kesepakatan, selanjutnya ia kembali diberikan hukuman pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri pada 25 November 2022. Sedangkan menurut peraturan perundang-undangan Penegakan Disiplin PNS tidak dapat dijatuhi hukuman disiplin 2 (dua) kali atau lebih untuk 1 (satu) pelanggaran disiplin. Ini menyebabkan ketidak pastian hukum bagi ZP.
“Selanjutnya yang menjadi dasar hukuman pemberhentian tersebut juga tidak adil. Pertama, karena pergi ketempat hiburan malam dan mengkonsumsi minuman beralkohol, sedangkan pada tanggal 6 Desember 2019 Saya sudah berumur lebih dari 21 tahun lebih dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang menjadi dasar merupakan penyimpangan dari azas non-retroaktif. Dasar hukuman yang kedua karena saya tidak melaporkan perkawinan, sedangkan saya telah melaporkan perkawinan,” jelasnya.
Pada tanggal 30 November 2022, Saya diundang untuk menghadiri gelar perkara khusus di polda yang dihadiri kami sebagai terlapor dan pengacara pelapor (LBH APIK) sedangkan NDN beralasan untuk tidak hadir. Selanjutnya, pada tanggal 7 Desember 2022, dikeluarkannya Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) lanjutan. ZP mengaku mendapat informasi bahwa tanggal 15 Desember 2022 Kejaksaan Bogor mengembalikan berkas ke Polres karena berkas perkara tidak lengkap.
“Demi mencari keadilan dan kepastian hukum, Kami mengajukan gugatan Prapradilan ke Pengadilan Negeri Bogor, dengan diperkuat bukti-bukti, permohonan kami dikabulkan seluruhnya pada Tanggal 12 Januari 2023. Bahkan penetapan tersangka kami pada tahun 2020 silam pun dinyatakan tidak sah,” katanya.
Akibat terjerat fitnah wanita (NDN), ZP mengaku sangat berdampak buruk terhadap dirinya dan Keluarga. Ia sudah dilakukan pemberhentian sebagai PNS, terancam penghentian beasiswa S2 dari BAPENAS yang ia dapatkan dengan susah payah melalui serangkaian tes, harus “menikahi” wanita yang menuduhnya berbuat asusila.
“Kemudian dituduh menelantarkan isteri, menanggung malu dengan dirusaknya nama baik dirinya dan keluarga yang telah diumbar dan diexpose ke media sosial. Saya sebenarnya “Korban” dari kejamnya fitnah wanita NDN,” ulas ZP geram.