Klausul kesepakatan mediasi sebagaimana yang beredar, kata dia, adalah dalam rangka memperkuat posisi tawar masyarakat Sumbawa Barat agar memiliki pegangan.
Misalnya, terkait dengan korban PHK sepihak, alert list black list atau istilah perusahaan reference check, roster kerja yang tidak manusiawi, serta porsi tenaga kerja lokal dan upah minim yang mayoritas mengisi pos-pos buruh kasar dapat memperoleh keadilan.
Selain itu, tidak adanya alokasi PPM beasiswa S-1, S-2, dan S-3 bagi putra/putri masyarakat Sumbawa Barat yang menjadi salah satu poin kesepakatan. Mediasi ini, lanjut Erry, momentum bagi korban, masyarakat, dan pemerintah daerah untuk bersatu dan mengawal semua persoalan yang selama ini diperjuangkan.
Menuirut dia, sebaiknya fokus pada kesepakatan-kesepakatan ini segera dijalankan oleh PT AMNT. Kalau tidak, tentu pihaknya akan mendorong tahapan berikutnya untuk dibentuk tim ad hoc dan masuk ke ranah pembuktian.
Ke depan, lanjut Erry, Amanat KSB akan melayangkan surat ke pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat untuk memastikan teknis poin-poin dalam mediasi dapat dijalankan. Misalnya bagaimana penanganan korban-korban ketenagakerjaan.
Kapan mereka akan dipanggil kembali untuk mengklarfikasi, kemudian diberikan kesempatan bekerja kembali dan peroleh hak-hak dasar sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Hasil kesepakatan mediasi HAM mengikat secara hukum dan merupakan alat bukti yang sah. Jika ada pihak yang tidak mematuhi kesepakatan mediasi, dapat dimintakan ke pengadilan negeri untuk ditetapkan fiat eksekusi mediasi,” katanya.
Untuk diketahui, mediasi antara Amanat KSB dan PT AMNT berlangsung pada tanggal 27 Juli 2023 di Sumbawa Barat. Hadir dalam mediasi tersebut Senior Manager PT AMNT Ahmad Salim. Pihak Pemkab Sumbawa Barat dan perwakilan Kementerian ESDM juga ikut menyaksikan mediasi yang difasilitasi oleh Komnas HAM itu. (qq)