Amnesty Internasional Indonesia: Vonis  Anggota TNI AL Penembak Bos Rental Jadi Momentum Revisi UU Peradilan Militer

JAKARTA, Harnasnews – Merespons putusan majelis hakim di Pengadilan Militer di Jakarta, yang menjatuhkan vonis bersalah dan hukuman penjara terhadap tiga anggota TNI Angkatan Laut dalam kasus penembakan bos rental di Tangerang,

“Putusan penjara seumur hidup dan empat tahun untuk tiga personel TNI AL dalam kasus penembakan bos rental di Tangerang menunjukkan banyaknya personel militer yang terlibat dalam kasus pidana umum seperti pembunuhan dan penadahan,” kata Deputi Direktur Amnesty International Wirya Adiwena melalui keterangan tertulis, Selasa,  (25/3/2025).

Menurutnya, pembunuhan yang dilakukan oleh anggota militer lewat penyalahgunaan senjata yang diberikan oleh negara bukanlah pembunuhan seperti yang dilakukan oleh warga sipil, melainkan termasuk kategori pembunuhan di luar hukum oleh aparat.

Dari 9 kasus pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh aparat sejak Januari 2025, empat di antaranya pelakunya berasal dari TNI. Data tersebut belum termasuk kasus-kasus pembunuhan di luar hukum di Papua, di mana aparat keamanan maupun aktor non-negara kerap melakukan pembunuhan di luar hukum dengan impunitas.

“Vonis bersalah hari ini harus menjadi momentum bagi pemerintah dan DPR untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Hal ini penting agar pengadilan militer tidak lagi dibebani oleh kasus-kasus pidana umum yang seharusnya diadili oleh pengadilan umum. Dengan cara ini pengadilan militer bisa fokus menangani kasus-kasus pelanggaran yang terkait dengan dinas militer saja,” kata Wirya.

Lebih lanjut, revisi UU Peradilan Militer merupakan langkah mendesak guna memastikan prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law). Anggota militer yang terlibat dalam tindak pidana umum seharusnya diadili di peradilan umum, sebagaimana warga sipil pada umumnya, demi menjamin transparansi, independensi, dan keadilan hukum yang lebih baik.

Wirya mengungkapkan, dengan kian maraknya kasus kriminalitas yang melibatkan personel militer, termasuk pembunuhan di luar hukum, pemerintah dan DPR harus segera mengambil langkah konkret dengan mempercepat revisi UU Peradilan Militer. Reformasi sistem peradilan militer ini menjadi kebutuhan mendesak agar tidak ada lagi impunitas dan untuk memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa terkecuali, tunduk pada hukum yang sama.

“Kami pun menyayangkan ditolaknya permohonan restitusi dalam putusan hari ini, apalagi mengingat kasus ini terjadi karena penyalahgunaan senjata yang diberikan negara. Restitusi penting untuk memberikan keadilan bagi korban tindak pidana serta mengganti kerugian yang diderita korban, baik kerugian materiil (kehilangan harta benda, biaya perawatan medis, dan lain-lain) maupun kerugian imateriil (trauma psikologis, penderitaan, dan lain-lain) sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana,” bener Wirya.

Latar belakang

Majelis hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta hari ini (25/03) memvonis bersalah kepada tiga anggota TNI AL yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan berencana dan penadahan barang yang menewaskan seorang pengusaha rental mobil dan seorang lagi luka-luka pada 2 Januari lalu di Rest Area Km 45 Tol Tangerang-Merak.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup dan pemecatan dari dinas militer TNI AL kepada dua terdakwa, Klk Bah Bambang Apri Atmojo dan Sertu Bah Akbar Adli, karena bersalah dalam pembunuhan berencana dan penadahan bersama-sama.

Sedangkan Sertu Kom Rafsin Hermawan dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan dipecat dari dinas militer TNI AL karena bersalah melakukan penadahan bersama-sama. Namun majelis hakim tidak mengabulkan permohonan pembayaran restitusi yang dibebankan kepada para terdakwa bagi keluarga korban yang meninggal dan korban luka-luka, sebagaimana dalam tuntutan oditur militer.

Amnesty International mencatat sepanjang tahun 2024 terdapat sebanyak 55 kasus pembunuhan di luar hukum dengan jumlah korban 55 yang pelakunya mayoritas berasal dari aparat kepolisian maupun militer.

Sudah beberapa kali terjadi kasus pembunuhan di luar hukum yang diduga dilakukan oleh aparat TNI sejak awal tahun 2025. Setelah pembunuhan pengusaha rental mobil, seorang perempuan pada 31 Januari lalu diduga dibunuh oleh kekasihnya, seorang anggota TNI AD berpangkat Pratu di Tangerang Selatan, Banten.

Pada 15 Maret lalu, seorang anggota TNI AL berpangkat Kelasi Dua juga dilaporkan menembak mati seorang pekerja sales mobil di Aceh Utara, Aceh.

Lalu tiga polisi ditembak mati saat menggerebek judi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Way Kanan, Provinsi Lampung, pada 17 Maret 2025. Dua personel militer di Negara Batin kini menjadi tersangka dan tengah ditahan di Polisi Militer Angkatan Darat Mako Kodim 0427/Way Kanan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Leave A Reply

Your email address will not be published.