Sementara itu, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Iskandar Abubakar mengatakan, pihaknya mengusulkan tarif MRT sebesar Rp 12 ribu. Akan tetapi, besaran tarif itu termasuk angkutan umum lainnya seperti Jak Lingko atau bus Transjakarta yang akan mengantarkan penumpang dari dan ke stasiun MRT.
“Rp 12 ribu tetapi nyambung, jadi kalau naik Transjakarta atau Jak Lingko kemudian nyambung pakai MRT atau nyambung lagi bayarnya Rp 12 ribu,” kata Iskandar.
Untuk penetapan besaran tarif Rp 12 ribu itu, DTKJ menghitung berdasarkan upah minimum regional (UMR) di Jakarta. Menurut Iskandar, tarif Rp 8.500 yang diusulkan PT MRT Jakarta dinilai masih bisa diterima masyarakat.
Pasalnya, Iskandar mengatakan, pihaknya juga mempertimbangkan biaya operasional. Namun, ia berharap agar Pemprov DKI Jakarta mempertimbangkan tarif MRT terintegrasi dengan tarif transportasi lainnya.
Harapan Warga
PT MRT Jakarta sudah mengajukan tarif sebesar Rp 8.500 per orang. Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan, Rp 8.500 merupakan harga yang sudah mendapatkan subsidi pemerintah.
“Kita lagi menunggu, sudah tahap final awal Februari ini. Kita usulkan di Rp 8.500 sudah dengan subsidi per 10 kilometer,” kata William dalam uji coba pengoperasian delapan kereta MRT Bundaran HI-Lebak Bulus.
Saat ini, usulan tersebut masih digodok di Pemprov DKI Jakarta. William menyebutkan, apabila tidak disubsidi, tarif MRT bisa sekitar Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per orang. “Sebelum subsidi, nilai ekonomi yang kita hitung sekitar Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu,” kata dia.
Salah seorang warga Cilandak, Rezky Aprilia (29 tahun), yang bekerja di Jakarta Pusat, berharap tarif MRT berada di kisaran Rp 8.500 dan tak lebih dari Rp 10 ribu. Akan tetapi, besaran tarif tersebut harus diimbangi dengan fasilitas terbaik.
“Rp 8.500 tetapi kan aksesnya cepat ya dibanding angkutan lainnya. Harus sesuai juga sama fasilitas yang dikasih ke konsumen. Fasilitasnya harus bagus, transportasinya harus bagus, tidak mengecewakan,” ujar Rezky kepada Republika, Kamis (31/1).
Hal senada diungkapkan Pebby (24 tahun). Menurut dia, tarif MRT tidak boleh lebih dari dua kali lipat tarif bus Transjakarta ataupun kereta rel listrik (KRL) commuter line. Menurut Pebby, harga yang di atas tarif transportasi umum lainnya saat ini disebabkan MRT mampu menawarkan waktu yang lebih cepat.
Transportasi berbasis rel itu, lanjut dia, akan terhindar dari kemacetan Ibu Kota, terlebih ketika waktu berangkat dan pulang kerja yang lebih padat. “Tarifnya lebih tinggi ya enggak apa-apa asal lebih cepat sampai ke tujuan. Paling penting juga, pihak MRT harus menjamin fasilitas, keamanan, dan kenyamanan penumpang,” kata Pebby. (Rep/red)