Arus Baru Pancasilaisme: Kebangkitan Ideologis Anak Bangsa

Oleh: Riskal Arief

Kawan. Buku berjudul *Arus Baru Pancasilaisme* hadir di tengah kegelisahan akan lemahnya narasi Pancasila dalam menghadapi tantangan zaman. Disusun oleh para peserta dan alumni *Kelas Karakter Konstitusi* yang diselenggarakan oleh Yayasan Pusaka Indonesia, Nusantara Centre, dan Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri. Buku ini bukan sekadar kumpulan teori, tetapi lebih pada kompilasi seruan moral bagi bangsa Indonesia untuk kembali pada akar ideologi yang sesungguhnya.

Dalam konteks globalisasi dan derasnya arus informasi yang tak terfilter, Pancasila sering kali hanya menjadi hiasan formal dalam berbagai diskursus politik. Buku ini mencoba memecah kebekuan tersebut dengan pendekatan yang segar dan aktual. Diedit oleh Yudhie Haryono, seorang tokoh intelektual yang dikenal dengan kritik-kritik tajam terhadap stagnasi politik Indonesia, *Arus Baru Pancasilaisme* mengajak pembaca untuk merenungkan kembali nilai-nilai dasar yang selama ini terpinggirkan.

Pancasila: Hanya Sekadar Retorika?

Melalui beberapa tulisan di buku ini, jelas tersirat bahwa Pancasila kini menghadapi tantangan besar: defisit narasi. Para penulis menyoroti bagaimana Pancasila seringkali disalahartikan sebagai slogan kosong tanpa tindakan nyata. Dalam sebuah bab, ada penekanan bahwa bangsa ini berjalan dalam kebingungan ideologi, di mana seringkali keputusan-keputusan politik tidak lagi mencerminkan semangat gotong-royong, musyawarah, dan keadilan sosial yang diusung oleh Pancasila.

Beberapa penulis bahkan dengan lantang menyebutkan bahwa Pancasila tereduksi menjadi sekadar dokumen legal tanpa penghayatan, padahal Pancasila seharusnya menjadi panduan hidup. Buku ini menawarkan gagasan agar Indonesia kembali ke semangat UUD 1945 yang asli, mengingat amandemen UUD 2002 dianggap menyimpang dari ideologi awal bangsa.

Refleksi Spiritual dalam Pancasila

Salah satu elemen menarik dalam buku ini adalah sentuhan spiritualitas. Pancasila tidak hanya dibahas dari sudut pandang politik, tetapi juga sebagai jalan spiritual. Beberapa penulis menekankan pentingnya meditasi dan keheningan dalam menghayati nilai-nilai Pancasila. Pendekatan ini, meskipun terkesan abstrak, diharapkan mampu membangkitkan kembali jiwa patriotik yang sudah lama hilang di tengah masyarakat Indonesia yang semakin individualistis.

Spirit Pancasila, menurut beberapa esai di buku ini, haruslah kembali menyala dalam diri setiap individu. Melalui penghayatan yang mendalam, Indonesia dapat kembali menemukan jati diri dan bergerak maju menuju kejayaan.

Refleksi spiritual akan membawa kita pada sebuah kesadaran bahwa kepemimpinan dan spritualitas adalah satu koin dengan sisi yang berbeda. Kepemimpinan yang tidak dibarengi spiritualitas akan melahirkan kepemimpinan yang otokratis dan anti-kritik. Kepemimpinan seperti ini tidak akan melahirkan suatu kebijakan yang Pancasilais karena tidak mampu membaca dimensi batin rakyat.

Solusi atas Krisis Identitas

Buku ini bukan sekadar refleksi, tetapi juga tawaran solusi konkrit atas masalah-masalah bangsa. Salah satu gagasan utama yang disampaikan adalah pentingnya membangkitkan kesadaran kolektif untuk membenahi sistem politik dan ekonomi yang dianggap sudah jauh menyimpang. Melalui musyawarah dan keputusan berbasis kepentingan rakyat, para penulis berharap Indonesia dapat keluar dari krisis yang dihadapinya saat ini.

Buku *Arus Baru Pancasilaisme* menawarkan narasi baru yang relevan dengan tantangan kontemporer, mengingatkan kita akan pentingnya menjaga Pancasila tidak hanya sebagai slogan, tetapi sebagai ruh bangsa. Buku ini cocok untuk dijadikan bahan ajar di sekolah dan kampus dalam rangka kampanye membangkitkan kesadaran ideologis bangsa.

Dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, buku ini menyuguhkan pemikiran-pemikiran kritis yang tidak hanya berakar pada refleksi historis, tetapi juga menawarkan pandangan masa depan yang lebih cerah bagi Indonesia. Buku ini berhasil memadukan aspek filosofis, spiritual, dan politik dalam satu kesatuan yang utuh, menjadikannya bacaan penting di tengah kelesuan narasi kebangsaan kita.

Penulis: Periset Nusantara Centre dan Pimred Web Banrehi

Leave A Reply

Your email address will not be published.